Bulan Suro Tiba, Benarkah Tidak Boleh Hajatan?

0
355
Bulan-Suro-Tiba-Benarkah-Tidak-Boleh-Menggelar-Hajatan

Bulan Suro – Bagi Sebagian Masyarakat, khususnya di pulau Jawa, Bulan Muharram (Jawa: Suro) adalah bulan keramat. Sering kita jumpai di mana Masyarakat menghindari bulan ini untuk menggelar hajatan seperti pernikahan & khitanan. Kabar yang beredar adalah tidak baik menggelar hajatan di bulan Suro. Sebagian Masyarakat Jawa juga menyebutnya bulan priyayi. Jadi, banyak priyayi yang boleh menikah di bulan ini. Lalu, apakah memang benar tidak boleh menggelar pernikahan atau acara hajatan lainnya di bulan Muharram? Sobat Cahaya Islam harus tahu!

Bulan Suro: Apakah Tidak Boleh Menggelar Hajatan di Bulan Ini?

Dalam Islam, menikah adalah sunnah Rasul. Ummat Islam boleh melangsungkan pernikahan atau menggelar hajatan lain kapan saja. Pasalnya, tidak ada waktu yang buruk untuk pernikahan. Rasulullah pernah bersabda:

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

“Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘Anak Adam telah menyakiti-Ku; ia mencela dahr (waktu), padahal Aku adalah (pencipta) dahr. Di tangan-Ku segala perkara, Aku memutar malam dan siang.” (1)

Jadi, jelas bahwa tidak boleh merasa sial atau nahas dengan pernikahan di bulan tertentu karena memang tidak ada larangan dari Allah maupun Rasulullah.

Masyarakat Jawa Tidak Mau Menggelar Hajatan di Bulan Muharram/Suro, Apakah Bisa Sial?

Mungkin, kebanyakan dari sobat Cahaya Islam pernah mendengar bahwa menggelar hajatan, khususnya pernikahan, di bulan Muharram bisa membawa sial atau petaka. Sebenarnya, hal tersebut bukan alasan sebenarnya kenapa Masyarakat Jawa enggan melangsungkan pernikahan di bulan tersebut. Pasalnya, hal itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan kesialan. Sayangnya, informasi yang salah kaprah tersebut sudah terlanjur beredar luas saat ini.

Berkaitan dengan tradisi tidak bolehnya menikah di bulan Muharram, ini adalah urusan adab. Pasalnya, Sejarah mencatat bahwa ummat Muslim pernah mengalami duka yang mendalam di bulan tersebut. Ya, kejadian pembantaian Sayyidina Husein di Karbala tidak akan pernah kita lupakan selamanya.

Maka, tidak etis jika kita ummat Islam justru menggelar pesta pernikahan atau hajatan lainnya di bulan di mana ummat Islam mengalami duka. Itulah kenapa Masyarakat Jawa yang sangat menjunjung tinggi adab lebih memilih tidak menggelar hajatan di bulan Muharram.

Solusi Menggelar Pesta Pernikahan di Bulan Muharram

Dalam kondisi darurat, Masyarakat Jawa bisa saja melangsungkan pesta pernikahan. Bahkan, tradisi Jawa sudah memberikan solusi, yaitu penganting putri menerobos tembok yang dijebol. Ini adalah simbol penganting meminta maaf dan memohon ijin kepada Rasulullah, Sayyidina Ali, dan Sayyidina Husein untuk menggelar hajat kebahagiaan pada bulan dukacita. Harapannya, Allah dan Rasullullah meridhoi pernikahan tersebut.

Dengan begitu, Islam dapat berjalan beriringan dengan budaya. Selama tidak melanggar syariat, Islam adalah agama yang fleksibel dan luwes bagi penganutnya. Jika demikian, Islam akan terasa semakin indah, bukan?


Referensi:

Sahih Al-Bukhari 7491

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY