Kisah Sahabat Habib bin Zaid Sang Lambang Keteguhan Hati dan Loyalitas

0
4534

Sebagai pemeluk agama islam dan orang yang beriman kepada Allah beserta hari Akhir, kita seharusnya bangga mengucapkan bahwa kita adalah orang islam. Kita perlu memiliki keteguhan hati dan loyalitas yang kuat terhadap agama Allah ini, sehingga keimanan kita akan tetap kokoh berdiri bagaikan karang yang tidak bergeming diterjang ombak lautan. Berbicara tentang keteguhan hati dan loyalitas dalam islam, kita perlu menelisik Kisah Sahabat Habib bin Zaid yang disebut-sebut sebagai perlambangan loyalitas pada islam dan sosok yang memiliki keteguhan hati.

Kemunculan para nabi-nabi palsu dizaman Rasulullah

Kisah Sahabat Habib bin Zaid yang terkenal dan disebut sebagai tauladan keteguhan hati dan loyalitas dimulai ketika beberapa golongan dari kaum Bani Hanifah yang berasal dari daerah Najd mengklaim bahwa ada seseorang yang bernama Musailamah bin habib Al Hanafi dari golongan mereka yang merupakan utusan Allah selain Nabi Muhammad SAW. Nabi Palsu Musailamah ini telah menyebarkan kesesatan diberbagai daerah di Arab. Suatu ketika Musailamah mengutus pengantar pesannya untuk mengantarkan secarik surat kepada Rasulullah.

Surat dari Musailamah tersebut berisi tentang dirinya yang mengaku bahwa Allah SWT juga mengutus dirinya sebagai utusan, dan dia berkata bahwa separuh bumi ini adalah milik kaumnya dan separuhnya lagi milik kaum Muhammad. Rasulullah menerima surat tersebut beserta sahabat-sahabatnya sembari bersabda “Demi dzat yang mengutusku, sungguh aku akan memenggal beberapa kepala kalian karena surat ini, bila seandainya Allah tidak melarang membunuh kepada para utusan” – jawab Rasulullah sambil memerintahkan juru tulisnya untuk membalas surat tersebut kepada Musailamah.

Isi surat balasan Rasulullah SAW: Demi dzat yang maha pengasih lagi maha penyayang… sesungguhnya bumi ini bukan milik siapapun, melainkan hanya milik Allah seorang. Dan keselamatan adalah tertuju bagi merek ayang mengikuti petunjukNya. Sesungguhnya Allah memberikan petunjuk kepada mereka yang dikehendaki” – Surat tersebut dimaksudkan untuk menasihati Musailamah agar tidak tersesat dari jalan Allah. Namun, Musailamah tetap bersikeras dan tidak mau bertaubat.

Keberangkatan Habib bin Zaid mengantarkan Surat Rasulullah

Karena surat pertama tidak mempan untuk menyadarkan Nabi Palsu Musailamah, Rasulullah pun kemudian mengutus Habib bin Zaid sebagai pengantar surat kedua kepada Musailamah. Tanpa pikir panjang berangkatlah Habib bin Zaid ke tanah Najd. Beliau mengantarkan surat tersebut langsung kehadapan Musailamah. Musailamah yang geram membaca tersebut langsung memerintahkan pengawalnya untuk merantai Habib bin Zaid dan menyiksanya dengan menyayat-nyayat tubuhnya.

Siksaan pengawal Musailamah tersebut terus berlangsung sepanjang malam hingga keeseokan harinya Habib bin Zaid dengan tubuh yang lemah dan penuh luka digiring pada majelis terbuka dihadapan para tokoh besar Najd. Tubuhnya yang lelah melalui perihnya siksaan semalaman jatuh bangun ketika belenggu besi dikakinya digerakkan. Sampai ditengah-tengah majelis tersebut. Musailamah dengan diiringi para algojo menanyakan beberapa pertanyaan kepadanya.

Keteguhan Habib bin Zaid dalam pedihnya siksaan

Musailamah si Nabi palsu bertanya kepada Habib apakah dia mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Habib bin Zaid pun dengan lantang bersaksi “Ya! Aku mengakui sungguh bahwa Muhammad adalah Utusan Allah” – mendengar itu, Musailamah memerah mukanya karena marah

Kemudian Musailamah kembali bertanya kepada Habib bin Zaid tentang apakah dia mengakui bahwa dirinya (Musailamah) adalah utusan dari Allah? Dengan senyum menyeringai dan nada sinis, Habib bin Zaid kemudian menjawab “Sesungguhnya pendengaranku tidak baik! Karena aku tidak pernah mendengar tentan hal itu” – Mendengar jawaban tersebut, Musailamah menggertakkan giginya dan murka, sembari memerintahkan algojo-algojo disampingnya untuk memotong salah satu anggota tubuhnya.

Satu bagian tubuh Habib terpotong. Dalam pekaknya teriakkan Habib bin Zaid, dan rintihannya dalam menahan sakit. Dirinya kembali ditanyai pertanyaan yang sama. Namun, karena keyakinan diri Habib yang kuat, jawaban-jawaban yang dia keluarkan tetap sama dan tidak berubah. Bagian tubuh demi bagian tubuh dipotong dan teriakan serta rintihan dari sakitnya siksaan yang dilalui Habib bin Zaid tidak membuat beliau pergi dari loyalitasnya kepada Islam dan Rasulullah, hingga dirinya berupa seonggok daging yang telah terpotong-potongpun, keyakinan dirinya tetap sama. SubhanAllah!

Apa yang bisa dipetik dari cerita tersebut?

Tentunya kita bisa mencontoh sikap tauladan Habib bin Zaid yang memiliki keteguhan hati dan loyalitas yang tinggi pada Allah dan Rasulullah. Kita bisa gunakan cerita ini untuk menyirami keimanan kita agar tetap subur dan bersemi. Kita juga harus memuji dan introspeksi diri, betapa hebat pengorbanan dari para sahabat Rasulullah. Mari kita tanyakan pada diri kita, bukan tentang apa yang telah islam berikan kepada kita, namun tentang apa yang sudah kita berikan kepada islam? Semoga bermanfaat ya!

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY