Ekonomi Islam – Berbicara tentang makelar, pasti dikepala kita akan penuh dengan penggambaran orang yang melakukan mediasi atau menjualkan barang orang lain dengan imbalan sejumlah uang bila dia berhasil membawa pembeli kepada orang yang menjual barang itu.
Beberapa praktik makelar sangatlah beragam, dan yang paling sering kita temui adalah seorang makelar akan menaikkan harga jual asli yang diberikan oleh pemilik barang ataupun sistem kesepakatan dimana makelar tersebut akan mendapatkan komisi tertentu yang sudah menjadi perjanjian antara pemilik barang dan makelar tersebut.
Benarkah Menjadi Makelar Dilarang oleh Rasulullah?
Seperti yang seharusnya. Kita sebagai orang islam yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir haruslah bisa lebih berhati-hati dalam hal ini. Kita harus lebih mutawari’ pada hal-hal yang menyangkut halal dan haram, karena menyangkut konsekuensinya nanti di akhirat. Nah, pada kesempatan kali ini tim cahayaislam akan mencoba mengulas sedikit perihal hal tersebut.
Praktik makelar seperti bagaimanakah yang dilarang dan diperbolehkan?
Kalau dalam hadits riwayat Abu Dawud 3508 sendiri telah dijelaskan dengan kongkret bahwa Rasulullah SAW melarang umatnya untuk memperjual-belikan barang yang tidak dimilikinya (bukan miliknya). Hal ini sudah menjadi sebuah landasan yang cukup untuk memberikan tanda bahwa kita perlu berhati-hati dalam transaksi sebagai makelar ini.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ، عَنْ أَبِي بِشْرٍ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ، عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ، قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ يَأْتِينِي الرَّجُلُ فَيُرِيدُ مِنِّي الْبَيْعَ لَيْسَ عِنْدِي أَفَأَبْتَاعُهُ لَهُ مِنَ السُّوقِ فَقَالَ “ لاَ تَبِعْ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ
Hakim ibn Hizam bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, seorang lelaki datang kepadaku dan menginginkanku untuk menjual kepadanya sesuatu yang tidak ku miliki. Haruskah aku membelinya dari pasar untuknya (lalu menjualnya kepada lelaki itu)? Rasulullah kemudian menjawab ” jangan menjual sesuatu yang tidak engkau miliki”
Tim cahayaislam telah bertanya kepada beberapa alim ulama mengenai hal tersebut. Dan beberapa alim ulama menjelaskan bahwa transaksi sebagai makelar itu boleh saja dilakukan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan, yakni (1) Komisi untuk makelar tidak dibebankan kepada pembeli dengan menaikkan harga barang yang dibeli tanpa sepengetahuan pembeli tersebut. (2) Makelar harus bersikap amanah dan jujur dalam transaksi tersebut, dan (3) Makelar harus meminta izin dahulu kepada penjual asli bila ingin mendapatkan komisi.
Penjelasan tiga ketentuan-ketentuan makelar
Ketentuan nomor pertama yang kami jelaskan tidak boleh membebankan komisi kepada pembeli adalah dengan tanpa sepengetahuan penjual asli atau pembeli menaikkan harga jual barang.
Misalnya si A ingin menjual barang dengan harga 5000, si B yang bertindak sebagai makelar menjualkan barang tersebut kepada si C dengan menaikkan harga barang menjadi 7000 tanpa sepengetahuan si A dan si C. Hal itu tidak diperbolehkan karena akan merugikan pihak pembeli. Ingar Firman Allah dalam surat An Nisa 29, bahwa Dia telah memerintahkan kita untuk tidak saling memakan harta sudaranya dengan batil:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Hal ini berkaitan dengan ketentuan nomor 3 dimana bila memang si B sebagai makelar ingin menaikkan harga barang dari 5000 menjadi 7000. Maka dia harus meminta izin dan ridho dari penjual barang tersebut. Atau bisa juga lebih baik si B (makelar) sebelum menjualkan barang kepada si C (pembeli), dia sudah ada kesepakatan lebih dulu bahwa si A (penjual) akan memberikan keuntungan sebesar 2000 kepada si B atas transaksi dengan si C. Baik itu lewat penaikan harga barang atau diluar dari harga barang tersebut.
Berlanjut kepada ketentuan kedua bahwa si B (makelar) haruslah tetap amanah dan jujur dalam proses transaksi dengan si C (pembeli). Si B tidak boleh berbohong tentang barang tersebut. Dia harus terbuka dan amanah pada kepercayaan kedua belah pihak.