Alwi Shahab: Wartawan Dua Zaman yang Tutup Usia, Wajib Tahu Konsep Jurnalistik Islam Berikut!

0
807

Alwi Shahab – Lagi-lagi berita duka datang menyelimuti masyarakat. Kali ini seorang wartawan, jurnalis, penulis sekaligus sejarawan Alwi Shahab, dikabarkan telah berpulang pada Kamis dini hari, 17/09/2020 di kediamannya daerah Codet, Jakarta Timur.

Alwi Shahab merupakan sosok wartawan yang telah malang-melintang dalam dunia jurnalistik selama dua zaman. Tak hanya sebagai wartawan, Alwi juga dikenal dengan karya-karyanya yang menuliskan bagaimana Jakarta berubah dari waktu ke waktu.

Dalam bukunya, Saudagar Baghdad dari Betawi, Alwi Shahab menuliskan cerita tentang Bung Hatta yang memiliki pendapat bahwa Masjid Istiqlal sebaiknya dibangun di lokasi dimana hotel Indonesia saat ini berdiri. Dalam buku ini juga Alwi menuliskan bagaimana sejarah Tanah Abang sampai kini memiliki tempat tersendiri bagi masyarakat Ibukota.

Meskipun kini jasadnya tiada lagi bersama Ibukota, sosok Alwi Shahab akan terus dikenang bersama karya-karya nya yang sarat akan makna serta pelajaran hidup. Sobat Cahaya Islam, dari sosok abah Alwi ini kita bisa meneladani bagaimana seharusnya sikap seorang jurnalistik yang memperjuangkan nilai-nilai kebenaran kepada umat.

Meneladani Alwi Shahab; Mengenal Crusade Journalism

Dalam ajaran Islam, jurnalistik bisa diartikan dalam beberapa fungsi. Jurnalistik Islam bisa dimaknai sebagai proses pemberian kabar berita kepada umat dengan kebenaran serta muatan-muatan nilai Islam di dalamnya.

Fungsi jurnalistik Islam tak hanya menyiarkan kabar semata, tetapi ada misi amar ma’ruf nahi munkar di dalamnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran,

“Dan hendaklah ada di sebagian di antara kelompok kamu orang yang senantiasa mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang makruf, dan mencegah yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali- Imran: 104)

Dengan mengemban misi amar ma’ruf nahi munkar, jurnalistik Islam juga termasuk dalam bentuk dakwah Islamiyah, yang ciri khasnya adalah menyebarluaskan informasi serta kebenaran mengenai perintah dan larangan Allah SWT.

Dalam ilmu dakwah, jurnalistik memegang setidaknya lima peranan dan fungsi, berikut penjelasannya:

  • Pendidik (Muaddih)

Seorang pewarta atau wartawan yang bergerak bersama media Islam mengemban tugas besar sebagai seorang pendidik bagi umat. Mereka berkewajiban untuk mencegah umat dari bentuk perilaku menyimpang dari syariat dan juga melindungi umat dari pengaruh buruk media massa non-Islami.

  • Pelurus Informasi (Musaddid)

Sebagai seorang jurnalis Muslim, setidaknya ada tiga syarat yang harus terpenuhi terlebih dahulu.

Pertama; menyampaikan informasi mengenai ajaran Islam.

Kedua; informasi yang disampaikan berkaitan dengan karya atau prestasi umat Islam.

Ketiga; menyampaikan fakta atau kebenaran. Seorang jurnalis muslim dituntut untuk memiliki kemampuan untuk mengikis segala macam Islamophobia, yakni propoganda pers barat yang anti-Islam yang dikhawatirkan semakin memojokkan umat Islam di dunia.

  • Pembaharu (Mujaddid)

Pembaharu disini berarti seseorang yang akan menjadi penyebar paham pembaharuan kepada umat, dan menyerukan agar umat senantiasa berpegang pada Al-Quran dan As-Sunnah. Tujuannya disini adalah menjauhkan umat dari bid’ah, khurafat, tahayul serta isu-isu asing lainnya yang bersifat non-Islam.

  • Pemersatu (Muwahid)

Sebagai seorang juru bicara, jurnalistik Islam dituntut mampu menjadi jembatan penghubung yang akan mempersatukan seluruh umat Islam dalam satu kebenaran.

  • Pejuang (Mujahid)

Peran dan fungsi jurnalistik Islam yang terakhir adalah sebagai seorang mujahid, pejuang yang akan membela Islam habis-habisan dan menyebar luaskan syiar Islam kepada umat.

Sobat Cahaya Islam, sekalipun profesi sebagai wartawan tak ditekankan dalam ajaran syariat, namun jurnalisme yang berasaskan Islam harus tetap ada. Mengapa jurnalisme Islam harus tetap ada? Rasulullah SAW bersabda,

“Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka cegahlah dengan tanganmu, apabila belum bisa, maka cegahlah dengan mulutmu, jika belum bisa, cegahlah dengan hatimu, dan mencegah kemungkaran dengan hati adalah pertanda selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim: 49)

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY