Perayaan Tahun Baru, Bagaimana Pandangan Islam serta Dampak yang Ditimbulkan!

0
749

Perayaan Tahun Baru – Hampir di seluruh lapisan bangsa di dunia, kerap merayakan tahun baru. Lantas bagaimana pandangan Islam terhadap hal itu? Adakah dampak yang ditimbulkan dari Perayaan Tahun Baru? Berbagai perayaan dilakukan, mulai dari pesta kembang api, meniup terompet, dan sebagainya.

Tahun baru pada dasarnya bukan salah satu dari hari raya Islam. Hanya tiga hari raya yang terdapat di dalam Islam yakni Idul Fitri, Idul Adha, dan hari Jumat. Perayaan Tahun Baru menjadi salah satu pro-kontra di antara kaum muslimin antara boleh merayakannya hingga yang melarangnya.

Pandangan Islam Terhadap Perayaan Tahun Baru serta Dampak yang Ditimbulkan

Perayaan Tahun Baru mulai dilakukan sejak 1 Januari 45 sebelum Masehi pada masa kekaisaran Roma. Adapun di dalam Islam hanya terdapat jenis perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun merayakan tahun baru tidak termasuk ke dalam hari raya Id.

Hukum untuk seorang muslim yang ikut serta dalam merayakan tahun baru menjadi pro-kontra beberapa para ulama. Ada yang berpendapat mengharamkan ada pula yang membolehkan, dengan catatan untuk mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat.

Adapun dampak yang bisa ditimbulkan dari Perayaan Tahun Baru antara lain sebagai berikut.

1.   Merupakan Bentuk Tasyabbuh

Sebagian ulama berpendapat bahwa Perayaan Tahun Baru merupakan salah satu bentuk tasyabbuh/ menyerupai kebiasaan orang-orang kafir yang dilarang oleh Rasulullah saw. baik dalam adab berpakaian maupun perayaan hari raya.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »

Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“(  HR. Bukhari no. 7319, dari Abu Hurairah).

2.   Ikhtilath

Sadar atau pun tidak, Perayaan Tahun Baru menjadi salah satu momen terjadinya ikhtilath yakni adanya campr-baur antara kaum laki-laki dan perempuan. Hal yang paling menakutkan lagi yakni hingga terjerumus dalam perzinaan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.”( HR. Muslim no. 6925).

3.   Begadang Tanpa Kepentingan

Selain itu, ketika merayakan tahun baru biasanya menyengajakan diri begadang untuk menunggu detik-detik pergantian tahun. Hal ini tentunya termasuk ke dalam begadang tanpa hajat dan manfaat.

Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”( HR. Bukhari no. 568).

4.   Salah Satu Bentuk Pemborosan

Dampak lainnya yakni mengakibatkan pemborosan baik uang maupun waktu. Uang yang terbuang menjadi tidak sia-sia  serta waktu terbuang dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya menghindari perayaan seperti itu sebagai salah satu bentuk kebaikan yang dapat dilakukan. Selain itu, menyia-nyiakan waktu merupakan hal tercela.  Allah swt berfirman,

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءكُمُ النَّذِيرُ

“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan?” (Qs. Fathir: 37).  

Dalam menyikapi hal ini, seorang muslim dituntut untuk bersikap realistis. Karena pada dasarnya, meskipun banyak larangan terhadap Perayaan Tahun Baru dan realitasnya masih banyak muslim yang ikut merayakan, maka dalam situasi ini seorang muslim hendaknya bisa mendapatkan alternatif terbaik untuk bisa menghindari hal-hal yang berdampak buruk.

Adapun alternatif terbaik yang bisa dilakukan yakni mengisinya dengan berbagai kegiatan bermanfaat, seperti doa bersama dan berdzikir. Tahun baru tiba akan lebih bermanfaat jika diisi dengan alternatif yang satu ini, ketimbang dengan perayaan yang dapat mengundang maksiat.

Sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw. dalam menyikapi kemunkaran yakni “fal-yughayyiru” yang memiliki arti “maka ubahlah”. Hal ini dapat ditarik benang merah, bahwa dalam menangani kemunkaran tidak hanya dengan aturan larangan, melainkan bisa dengan cara mengubahnya ke dalam hal yang lebih positif.

Nah, itulah beberapa pandangan Islam serta dampak yang ditimbulkan dari Perayaan Tahun Baru. Setiap orang memiliki keyakinan sendiri dalam menyikapinya. Maka dari itu, sikapi dengan bijak dan sesuai dengan apa yang diajarkan dalam Islam.

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY