Muludan – Istilah orang Jawa dalam memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada bulan Rabiul Awwal, dengan berbagai cara. Seperti, pembacaan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, sholawat nabi baik dengan kitab Barzanji, Simtudduror, maupun Diba’ sebagai kitab andalan rujukan sholawat.
Selain itu juga sering diadakan pengajian-pengajian besar dalam rangka muludan di berbagai wilayah di Indonesia khususnya. Biasanya dalam serangkaian acara memperingati kelahiran nabi, di daerah Keraton Yogyakarta mengadakan tradisi Sekaten.
Acara memperingati kelahiran nabi memang belum ada di zaman dahulu. Sehingga, umat Islam ada yang kontroversi dengan acara ini yang mengatakan bahwa memperingati kelahiran nabi disebutkan tergolong bid’ah.
Sobat Cahaya Islam, apakah benar hal itu termasuk bid’ah. Lantas bagaimana kita menanggapinya sebagai seorang muslim yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad SAW? Mari kita bahas bersama mengenai hal ini.
Penjelasan Para Ulama Menunjukkan Muludan Dinilai Bid’ah
Sebelum menilai suatu tindakan sebagai bid’ah lebih baik kita ketahui terlebih dahulu bid’ah itu apa? Bid’ah sering ditafsirkan sebagai mengadakan suatu perkara yang belum ada sebelumnya di zaman nabi. Tetapi perlu diketahui bahwa bid’ah bisa berupa bid’ah dhalalah dan bid’ah khasanah.
Bid’ah khasanah ini boleh dilakukan oleh umat Islam mengingat zaman semakin berkembang, kasus perkara juga turut berkembang. Adapun terkait memperingati kelahiran nabi sebagian ulama memperbolehkannya bahkan menganjurkan.
Mengapa demikian? Nabi Muhammad SAW setiap hari Senin, beliau sering berpuasa Senin dan ada yang menanyakan perihal itu, sehingga beliau bersabda seperti berikut.
فِيهِ عَلَىَّ أَ أُنْزِلَ وْ بُعِثْتُ وَيَوْمٌ فِيهِ وُلِدْتُ يَوْمٌ ذَاكَ
“Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.” (HR. Muslim no. 1162)
Hadis di atas menunjukkan Nabi Muhammad SAW sendiri telah menganjurkan untuk memperingati hari kelahirannya. Kita juga bisa meniru seperti beliau puasa di hari kelahiran, kalau dalam bahasa Jawa disebut dengan poso weton.
Mungkin, akan lebih jelas lagi bila kita berlanjut mengetahui pendapat ulama tentang peringatan kelahiran nabi agar lebih mantap selagi masih bulan Rabiul Awwal.
Pendapat Ulama tentang Peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Untuk lebih menguatkan kembali, berikut ini penjelasan ulama Indonesia tentang peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setidaknya, bisa membuka pemikiran pembaca tentang peringatan ini yang sering dicap bid’ah oleh sebagian golongan.
-
Imam Empat Mazhab
Menurut imam empat mazhab yakni Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hambali, dan Imam Hanafi menyebutkan bahwa memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW hukumnya dibolehkan atau mubah bahkan disunahkan melakukannya.
-
Ustadz Abdul Somad
Berkaca sebagai orang Indonesia, kita ambil sampel Ustadz Abdul Somad, pendapatnya mengenai peringatan ini diperbolehkan, dengan bukti ada sekitar 300 hadis yang menjelaskan bila peringatan hari kelahiran nabi tidak masalah.
-
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis ini berisi ulama-ulama yang bisa menghasilkan fatwa yang didengar dan sebagai rujukan umat Islam di Indonesia. Menurut MUI memperingati kelahiran nabi termasuk bid’ah khasanah dan diperbolehkan.
Meskipun begitu, MUI menghimbau terhadap muslim untuk saling toleransi di peringatan ini, mengingat sebagian golongan ada yang tidak memperkenankannya.
Itu beberapa pendapat ulama tentang muludan yang sering dinilai bid’ah sebagian golongan. Semoga bisa bermanfaat untuk pembaca dan dapat diambil pelajarannya. Aamiin..