Black Friday Cobaan atau Kesempatan Bagi Muslim dengan Maraknya Budaya Konsumtif?

0
697

Black Friday – Sebuah momen tahunan yang diperingati setiap hari Jumat terakhir pada bulan November. Hal yang istimewa di peringatan ini yakni adanya diskon besar-besaran di beberapa produk komersial.

Pada tahun 2020 ini, peringatan Black Friday tepat pada tanggal 27 November di tengah situasi pandemi yang menekankan untuk saling menjalankan sosial distancing (pembatasan sosial) agar tidak terjadi penyebaran virus Corona, sehingga memilih belanja online.

Mengetahui adanya diskon besar-besaran dengan harga yang jomplang dari harga aslinya. Alhasil, banyak masyarakat khususnya Indonesia yang tergiur untuk memasukkan produk-produk ke keranjang belanja. Lantas hasrat konsumtif melonjak tinggi.

Sobat Cahaya Islam, diskon besar-besaran pada suatu produk memang cukup menggiurkan. Kesannya diskon besar-besaran itu memberikan kesan baik bagi konsumen secara luas, karena tanpa merogoh uang banyak sudah bisa mendapat produk yang diinginkan.

Tetapi, lagi-lagi suatu hal yang terjadi di dunia selalu berpasangan. Ada baik ada buruk, ada kurang ada lebih, ada naik ada turun, dan lainnya. Begitu pun dengan diskon besar-besaran sebenarnya juga ada kekurangannya (mudarat).

Lanjut, di bawah ini akan dijelaskan terkait dengan diskon dalam dunia perniagaan dipandang dari segi agama Islam tentunya.

Memandang Black Friday dalam Kancah Umat Islam

Suatu kejadian, setiap orang bisa menanggapinya secara berbeda. Sehingga, muncul berbagai opsi pendapat yang justru malah saling kontra. Berikut pandangan agama Islam tentang adanya diskon besar-besaran.

  1. Kesempatan

Belajar dari etika berpendapat, atau pun mengkritik kita bahas dari sisi baiknya terlebih dahulu. Diskon besar-besaran adalah bentuk kesempatan yang bisa dibilang belum tentu dapat didapatkan di lain waktu. Apalagi kalau Event itu digelar satu tahun sekali.

Agama Islam pun juga memanfaatkan kesempatan sebaik mungkin, untuk tidak membiarkan terbengkalai begitu saja, sayang bila berujung pada penyesalan. Akan tetapi, kesempatan itu perlu ditimbang terlebih dahulu ke depannya.

Kalau semacam ada diskon terkait barang yang dibutuhkan dan diprioritaskan, di sisi lain adanya ketersediaannya uang yang cukup. It’s not problem itu tidak masalah mengambil kesempatan itu hitung-hitung menghemat pengeluaran dibanding waktu pada umumnya.

  • Cobaan

Poin berikutnya ditinjau dari dampak negatifnya, diskon yang ditawarkan bisa tergolong sebagai cobaan manakala memiliki sifat mudah tergiur. Dampaknya menjadi orang dengan daya konsumtif tinggi.

Ada barang menarik sedikit, dibeli sampai barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan disabet juga. Awalnya mau membeli dua buah barang pada akhirnya bisa sepuluh barang. Parah bukan?

Renungkan sebentar, jika kalian termasuk dalam kategori konsumtif tinggi sebaiknya bisa mulai dibenahi kembali, diobati sebelum semakin parah. Ingat setiap penyakit, termasuk penyakit konsumtif tentu ada obatnya. Sebagaimana dalam hadis berikut ini.

تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً، غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمُ

“Berobatlah kalian karena sesungguhnya tidaklah Allah meletakkan sebuah penyakit kecuali Dia meletakkan pula obatnya, terkecuali satu penyakit, yaitu tua.”(HR. Abu Dawud No: 3855)

Dalam hadis di atas, jelas bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya kecuali tua. Penyakit konsumtif bisa diobati dengan membuat catatan belanja menurut kadar prioritas.

Lakukan budaya mencatat sebelum belanja, jikalau merasa kesulitan untuk menekan hasrat ketertarikan. Bisa dengan bubuhi semacam reward (hadiah) dan punishment (hukuman) terkait catatan yang dibuat apakah dijalankan atau tidak.  

Sobat Cahaya Islam, itu dua poin Black Friday yang bisa dikaji dari sudut pandang agama Islam. Semoga kita tidak termasuk dalam orang yang mudah tergiur dengan iming-iming dunia yang menarik tetapi pada hakikatnya tidak mengenakkan. Aamiin.

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY