Hukum Pengantin Menjamak Shalat Karena Pesta Pernikahan

0
347
Hukum-Pengantin-Menjamak-Shalat-Karena-Pesta-Pernikahan

Hukum Pengantin Menjamak Shalat – Biasanya, pesta pernikahan bisa memakan waktu cukup lama, mulai dari ijab-qabul hingga resepsi. Hal itu sering membuat pengantin melewatkan waktu shalat. Apalagi pengantin Perempuan yang tidak memungkinkan jika harus membersihkan makeup untuk meluangkan menunaikan Shalat. Alhasil, banyak pengantin yang menjamak Shalat setelah rentetan acara pernikahan selesai. Pertanyaannya, apakah hal itu benar dalam hukum Islam?

Kapan Boleh Menjamak Shalat?

Seperti yang kita tahu, menjamak shalat hanya boleh untuk Dzuhur dan Ashar serta Maghrib dan ‘Isya’. Jamak sendiri ada 2 macam: jamak taqdim (di awal waktu) dan jamak takhir (di akhir waktu). Lalu, apa saja kondisi yang membolehkan seseorang untuk melakukan jamak dalam shalatnya?

Perlu diketahui, hanya orang-orang tertentu yang mendapat keringanan ini. Selain orang yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir), mereka juga termasuk orang yang sedang sakit parah, ada udzur yang mendesak, jamaah haji yang akan berangkat ke Muzdalifah, dan saat terjadi hujan lebat.

Jadi, meski menjamak shalat hukumnya boleh, namun keringanan ini tidak untuk semua orang. Ini adalah salah satu bukti kemudahan dalam Islam. Akan tetapi, umat Islam tidak boleh menggampangkan urusan termasuk dalam hal ini.

Apa Hukum Pengantin Menjamak Shalat?

Ternyata, bukan hanya bepergian dan dalam keadaan takut yang membolehkan seseorang menjamak shalatnya. Pasalnya, Rasulullah juga pernah melakukan demikian.

صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ ‏.‏ قَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ فَسَأَلْتُ سَعِيدًا لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ كَمَا سَأَلْتَنِي فَقَالَ أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ

‘Rasulullah pernah menjamak shalat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan sebab bepergian maupun takut.’ Aku bertanya: ‘Wahai Abu Abbas, mengama demikian?’ Dia menjawab: ‘Beliau (Rasulullah) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.’

Hadits ini menjadi dalil bahwa kondisi-kondisi lain juga memungkinkan untuk melakukan jamak dalam shalat. Dalam hal pernikahan, adanya udzur yang mendesak membuat Sebagian ulama membuat kesimpulan bolehnya menjamak shalat.

Pendapat Para Ulama yang Membolehkan Jamak Shalat Bagi Pengantin

Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam an-Nawawi mengatakan bahwa sejumlah ulama memperbolehkan menjamak shalat sebab adanya keperluan yang tidak menjadikannya sebagai kebiasaan. Kemudian dalam Bughyatul Mustarsyidin, Imam Khattabi mengatakan bahwa boleh menjamak shalat sebab keperluan tertentu, meski tidak sakit, hujan, atau takut.

Kesimpulannya, Sebagian ulama tidak melarang praktik jamak shalat saat sepasang penganting melangsungkan pernikahan karena itu termasuk udzur dan bukan kebiasaan. Inilah bukti bahwa Islam tidak memberatkan umatnya. Akan tetapi, shalat tepat waktu jauh lebih baik jika memungkinkan. Wallahu a’lam.


Referensi:

(1) Sahih Muslim 705b

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY