Salaman dengan Ibu Mertua – Setelah menikah, banyak pasangan suami-istri yang tinggal dengan mertuanya. Tentu saja, menantu laki-laki akan sering berinteraksi dengan ibu mertuanya, termasuk berjabat tangan. Lalu, apakah hal ini boleh dalam Islam? Padahal, berjabat tangan termasuk salah satu cara seorang menantu menghormati mertuanya.
Hukum Berjabat Tangan dengan Lawan Jenis
Untuk mengetahui boleh tidaknya bersalaman dengan mertua, kita harus tahu dulu apa hukumnya menyentuh lawan jenis. Dalam hal ini, kita bisa merujuk pada hadits berikut:
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dai besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh Wanita yang tidak halal (bukan mahram) baginya.” (1)
Atas dasar hadits di atas, jelas bahwa laki-laki tidak boleh menyentuh wanita yang tidak halal, yakni selain istri dan mahramnya. Begitu juga berlaku sebaliknya. Selain itu, hadits di atas juga menunjukkan betapa besarnya dosa menyentuh lawan jenis yang bukan mahram.
Hukum Salaman dengan Ibu Mertua
Dalam madzhab Syafi’i, laki-laki boleh menyentuh Wanita yang termasuk mahramnya. Selain itu, boleh juga menyentuh Wanita yang sudah sepuh & tak punya rasa apa-apa (tidak menimbulkan syahwat) meski bukan mahram.
Sebagai informasi, ibu mertua termasuk salah satu mahram muabbad sehingga tidak ada istilah mantan mertua. Artinya, ibu mertua selamanya tetap menjadi mahram meski istri telah meninggal dunia atau cerai.
Sebagai konsekuensinya, seorang laki-laki tidak boleh menikahi mertuanya sampai kapanpun. Selain itu, seorang laki-laki juga boleh menjabat tangan ibu mertuanya. Bahkan, jika sudah dalam keadaan berwudhu, menjabat tangan ibu mertua tidak membatalkan wudhunya menurut madzhab Syafi’i.
Bolehkah Tinggal Berdua dengan Ibu Mertua?
Seperti penjelasan di atas, mertua adalah mahram selamanya. Kepada mahram, seseorang boleh menampakkan Sebagian auratnya. Untuk Perempuan, mereka boleh menampakkan kepala, leher, lengan, dan kaki kepada laki-laki mahramnya.
Artinya, tinggal berdua dengan ibu mertua hukumnya boleh. Akan tetapi, jika hal ini dapat menimbulkan fitnah, maka sebaliknya kita hindari. Meski begitu, terkadang hal seperti ini tidak terhindarkan. Misalnya, seorang Wanita tinggal berdua dirumah bersama bapak mertua saat suaminya kerja. Atau sebaliknya, seorang laki-laki tinggal berdua di rumah dengan ibu mertua ketika istrinya sedang ada keperluan seperti arisan atau keperluan lainnya.
Meski begitu, kita tetap harus berhati-hati. Bahkan, Rasulullah pernah mewanti-wanti dalam hadits berikut ini:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ
“Berhati-hatilah kalian saat masuk ke tempat wanita.” (2)
Kesimpulannya, seorang suami merupakan mahram bagi ibu mertua sedangkan istri merupakan mahram bagi bapak mertuanya. Karena hubungan pernikahan, suami maupun istri menjadi seperti anak kandung orangtua satu sama lain.
Karena itulah seorang laki-laki boleh bersalaman dengan ibu mertuanya. Begitu juga seorang Perempuan boleh bersalaman dengan bapak mertuanya. Namun, harus diingat bahwa hukum-hukum perbuatan lain yang haram dalam agama, hukumnya juga haram terhadap mahram. Misalnya adalah berzina. Wallahu a’lam.
Referensi:
(1) Al-Mu’jam al-Kabir H.R. at-Thabarani Juz 20 Hal 211 No 486
(2) Sahih al-Bukhari 5232