Hukum Membatalkan Puasa Syawal Saat Bertamu/Menerima Tamu

0
143
Hukum Membatalkan Puasa Syawal Saat Bertamu

Hukum Membatalkan Puasa Syawal – Biasanya, umat Islam menggunakan suasana lebaran untuk silaturahim. Di saat yang bersamaan, ada anjuran puasa sunnah Syawal selama 6 hari. Memang, puasa syawal sebaiknya berturut-turut. Namun, tidak apa-apa jika seseorang melakukannya terpisah selama masih di bulan Syawal. Karena besarnya pahala puasa Syawal, banyak umat muslim bertamu atau menerima tamu dalam keadaan berpuasa. Dalam situasi ini, apakah lebih baik melanjutkan puasa atau membatalkannya untuk menghormati tamu atau tuan rumah?

Bolehkah Tetap Berpuasa Syawal Saat Bertamu atau Menerima Tamu?

Saat bertamu, biasanya tuan rumah menyuguhkan hidangan lebaran dan salah satu adab menghargai tuan rumah adalah memakan hidangan yang tersedia. Begitu juga saat menerima tamu dan kita menyuguhkan hidangan, tamu akan merasa tidak enak jika mereka makan hidangan sedangkan kita malah berpuasa.

Oleh karena itu, hendaknya tamu yang sedang berpuasa memberitahu tuan rumah bahwa ia sedang puasa Syawal. Namun jika tuan rumah sudah terlanjur menyuguhkan hidangan dan keberatan jika tamu tidak memakannya, maka boleh hukumnya membatalkan puasa sunnah Syawal. Begitu juga sebaliknya, berlaku saat seseorang yang menerima tamu sedang berpuasa Syawal.

Pasalnya, menghormati dan menghargai tamu atau tuan rumah hukumnya wajib dan harus dilakukan saat itu juga. Sementara itu, puasa Syawal masih bisa kita lakukan sepanjang bulan Syawal belum habis. Namun jika tamu atau tuan rumah tidak keberatan kita melanjutkan puasa, maka tidak mengapa jika kita melanjutkan puasa.

Hukum Membatalkan Puasa Syawal Karena Menghormati Tamu/Tuan Rumah

Meski puasa sunnah Syawal memiliki keutamaan yang sangat besar, namun pahala menghormati tamu atau tuan rumah tak kalah mulianya, meski dengan cara membatalkan puasa Syawal. Bahkan dalam kondisi ini, membatalkan puasa lebih utama nilainya. Sebagaimana teladan Rasulullah saat para sahabat bersikukuh puasa sunnah di tengah suguhan makanan. Rasulullah-pun menyuruh mereka membatalkan puasa dan menggantinya di hari lain.

 يَتَكَلَّفُ لَكَ أَخُوكَ الْمُسْلِمُ وَتَقُولُ إنِّي صَائِمٌ، أَفْطِرْ ثُمَّ اقْضِ يَوْمًا مَكَانَهُ

“Saudara muslimmu sudah repot-repot (menyediakan makanan) dan kamu berkata ‘Aku sedang puasa’? Batalkanlah puasamu dan qadha-lah di hari lain sebagai gantinya!” (1)

Itulah kenapa para ulama mengatakan sunnah hukumnya membatalkan puasa dengan tujuan menyenangkan hati tuan rumah. Sebab, ini termasuk sunnah Nabi dalam hadits di atas. Bahkan, dalam kasus ini, membatalkan puasa pahalanya lebih utama dibanding melanjutkan berpuasa. (2)

Tak hanya itu, Ibnu ‘Abbas menjelaskan bahkwa hadits di atas menjadi dasar dalil bahwa memuliakan teman semajlis termasuk kebaikan paling utama, meski dengan membatalkan puasa sunnah. (3)

Kesimpulan

Dengan begitu, kita harus tahu lebih bijak dalam memilih waktu berpuasa sunnah Syawal. Pasalnya, waktu puasa Syawal adalah selama bulan Syawal sehingga kita boleh memilih hari mana saja di bulan tersebut. Sementara itu, di awal-awal bulan Syawal biasanya kita masih sering bertamu ataupun menerima tamu.

Agar tidak timbul rasa sungkan dan sama-sama menghargai antara tamu dan tuan rumah, ada baiknya melaksanakan puasa sunnah Syawal setelah sekiranya agenda bertamu ke sanak saudara selesai, atau sekiranya tidak ada lagi tamu lebaran yang datang.

Referensi:


(1) H.R. Al Baihaqi & Ad-Daruquthni

(2) I’anatut Thalibin Juz III Hal 36

(3) Ihya’ ‘Ulumiddin Juz II Hal 14

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY