Wasiat dalam Islam, Pengertian dan Rukun yang Wajib Diketahui Setiap Muslim

0
463
Wasiat dalam Islam

Wasiat dalam Islam – Wasiat sangat dianjurkan untuk mereka yang memiliki kekayaan. Terutama jika  mereka  sudah mendapatkan tanda-tanda kematian sebelum kematian itu tiba. Oleh karenanya, sangat penting pembuatan surat wasiat yang sesuai dengan aturan agama dan hukum. Sobat Cahaya Islam, perintah tentang wasiat ini pun tertera dalam Al-Quran.

كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرًا ۖ ۨالْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ ۗ

Artinya:

‘Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.’ (QS. Al-Baqarah:180)

Pengertian Wasiat dalam Islam

Wasiat merujuk pada pernyataan tertulis dari seorang Muslim mengenai bagaimana harta mereka akan dikelola setelah mereka meninggal dunia. Prinsip dasar dalam wasiat adalah memberikan panduan kepada ahli waris mengenai cara membagi harta warisan sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

Wasiat dalam Islam

Wasiat memainkan peran penting dalam menjaga keadilan dan menghormati keinginan orang yang telah meninggal. Dalam Islam, konsep wasiat diatur oleh beberapa rukun yang harus dipenuhi.

Tujuan utama wasiat adalah menjaga keadilan, mencegah konflik antara ahli waris, dan memastikan harta yang ditinggalkan dikelola sesuai ketentuan agama.

Dalam menuliskan surat wasiat juga diperlukan beberapa orang saksi. Hal ini dikarenakan penulisan surat wasiat ini sama dengan akad yang harus ada saksi. Aturan adanya saksi dalam pembuatan surat wasiat ini pun tertulis dalam Al-Quran.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِيْنَ الْوَصِيَّةِ اثْنٰنِ ذَوَا عَدْلٍ مِّنْكُمْ اَوْ اٰخَرٰنِ مِنْ غَيْرِكُمْ اِنْ اَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِى الْاَرْضِ فَاَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةُ الْمَوْتِۗ تَحْبِسُوْنَهُمَا مِنْۢ بَعْدِ الصَّلٰوةِ فَيُقْسِمٰنِ بِاللّٰهِ اِنِ ارْتَبْتُمْ لَا نَشْتَرِيْ بِهٖ ثَمَنًا وَّلَوْ كَانَ ذَا قُرْبٰىۙ وَلَا نَكْتُمُ شَهَادَةَ اللّٰهِ اِنَّآ اِذًا لَّمِنَ الْاٰثِمِيْنَ

Artinya:

‘Wahai orang-orang yang beriman! Apabila salah seorang (di antara) kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan (agama) dengan kamu. Jika kamu dalam perjalanan di bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian, hendaklah kamu tahan kedua saksi itu setelah salat, agar keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu ragu-ragu, “Demi Allah kami tidak akan mengambil keuntungan dengan sumpah ini, walaupun dia karib kerabat, dan kami tidak menyembunyikan kesaksian Allah; sesungguhnya jika demikian tentu kami termasuk orang-orang yang berdosa.” (QS. Al-Ma’idah:106)

Rukun Wasiat dalam Islam

Proses memberikan wasiat tidak hanya memiliki aturan hukum, tetapi juga memiliki makna moral dan etika dalam menjalani kehidupan. Dalam Islam, rukun wasiat terdiri dari empat poin penting yaitu, Al-Mushi, Al-Musha Lahu, Al-Musha Bihi, dan As-Shighat.

1.      Al-Mushi (Pemberi Wasiat)

Al-Mushi adalah pihak yang memberikan wasiat. Dalam Islam, seseorang diperbolehkan untuk memberikan wasiat atas harta miliknya sebelum ia meninggal dunia.

Namun, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi. Beberapa diantaranya seperti memiliki harta yang bisa diwasiatkan, berada dalam kondisi sehat mental, dan tidak di bawah tekanan atau paksaan.

Dalam memberikan wasiat, Al-Mushi harus memastikan bahwa instruksi yang diberikan sesuai dengan ajaran Islam dan tidak bertentangan dengan hukum syariah.

2.      Al-Musha Lahu (Penerima Wasiat)

Al-Musha Lahu adalah pihak yang menjadi penerima wasiat. Penerima wasiat ini bisa saja anggota keluarga, kerabat, teman, atau pihak lain yang diizinkan oleh hukum Islam.

Wasiat dalam Islam

Dalam Islam, warisan dan wasiat memiliki perbedaan aturan tergantung pada hubungan penerima dengan pemberi wasiat. Keluarga dekat memiliki hak waris tertentu yang diatur dalam hukum Islam, sementara wasiat bisa diarahkan kepada penerima yang lebih luas.

3.      Al-Musha Bihi (Harta yang Diwasiatkan)

Al-Musha Bihi merujuk pada harta atau barang yang diberikan dalam wasiat. Pemberian harta dalam wasiat harus jelas dan spesifik. Ini dapat berupa sejumlah uang, properti, atau aset lainnya.

Dalam memberikan harta, Al-Mushi harus memastikan bahwa ia tidak memberikan lebih dari sepertiga dari harta totalnya. Kecuali, jika ahli warisnya memberikan izin untuk melampaui batas ini.

4.      As-Shighat (Lafadz dalam Wasiat)

As-Shighat adalah lafadz atau kata-kata yang digunakan dalam wasiat. Ketika memberikan wasiat, Al-Mushi harus menyampaikan instruksi dengan jelas dan tegas.

Kata-kata yang digunakan harus memastikan bahwa pesan yang ingin disampaikan tidak ambigu dan dapat dimengerti oleh semua pihak yang terlibat. Kehati-hatian dalam memilih kata-kata akan membantu mencegah konflik atau kesalahpahaman di kemudian hari.

Dalam Islam, wasiat merupakan sarana untuk menyampaikan kepedulian terakhir terhadap harta dan orang-orang tercinta. Namun, penting untuk memahami dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum syariah terkait wasiat.

Selain itu, Sobat Cahaya Islam juga harus mengutamakan akhlak yang baik dalam memberikan wasiat. Sebab menjaga hak-hak penerima atau ahli waris adalah aspek penting dari praktek wasiat dalam Islam.

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY