Bolehkah Menikahi Wanita yang Ditinggal Pergi Suaminya?

0
270
Menikahi-Wanita-yang-Ditinggal-Pergi-Suaminya-1

Menikahi Wanita yang Ditinggal Pergi Suaminya – Dalam kehidupan berumah tangga, banyak suami yang pergi merantau jauh untuk mencari nafkah. Sayangnya, tak jarang mereka pergi hingga bertahun-tahun tanpa kabar. Dari sini, seorang istri kadang terbesit pikiran untuk menikah lagi. Lalu, apakah boleh seorang laki-laki menikahi Perempuan dengan status demikian?

Hukum Menikahi Wanita yang Ditinggal Pergi Suaminya

Dalam ilmu fiqih, sebutan bagi seorang suami yang pergi lama tanpa kabar adalah mafqud. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor seperti korban bencana. Dalam hal ini, ulama Berbeda pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa istri dari suami tersebut harus menunggu sampai ia yakin bahwa pernikahannya dengan si suami benar-benar terputus. Bisa karena talak, kematian, suami, dll. Selain itu, ia juga harus sudah menjalani masa iddah.

Pasalnya, menjalani masa iddah termasuk salah satu syarat seorang Wanita boleh menikah lagi. Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an:

وَلَا تَعْزِمُوْا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتّٰى يَبْلُغَ الْكِتٰبُ اَجَلَهٗ

“Dan janganlah kamu Menetapkan akad nikah sebelum berakhirnya masa iddah.” (1)

Jadi, hukum dasar seorang Perempuan yang pisah dengan suaminya (meninggal atau talak) adalah boleh menikah lagi setelah menjalani masa iddah. Akan tetapi, bagaimana jika kasusnya adalah suami yang meninggalkannya masih hidup atau tidak kondisi dan keberadaannya tidak jelas? Tentu saja, hukumnya Berbeda.

Selama belum ada kepastian (masih hidup atau sudah meninggal) tentang suaminya yang pergi, seorang istri masih berstatus sebagai istri sah. Dalam hal ini, Imam As-Syafi’i berpendapat bahwa suami yang menghilang karena sebab tertentu, istrinya haram menikah lagi hingga ada dugaan kuat bahwa suaminya mati atau mentalaknya. Setelah itu, istri tersebut harus menjalani masa iddah.

Syarat Menikahi Wanita yang Ditinggal Pergi Suaminya

Selain itu, ada juga Sebagian ulama lain yang berpendapat bahwa Perempuan tersebut harus menunggu hingga 4 tahun qamariyah, lalu menjalani masa iddah 4 bulan 10 hari. Di sini, penggunaan standar masa 4 tahun adalah berdasar batas maksimal usia kehamilan. Sementara itu, perhitungannya adalah sejak tidak adanya kabar tentang keberadaan suami, kematian suami, atau Keputusan hakim. Pendapat Imam as-Syafi’i ini sejalan dengan hadits:

تَنْتَظِرُ امْرَأَةُ الْمَفْقُودِ أَرْبَعَ سِنِينَ

“Wanita (istri) dari orang hilang harus menunggu 4 tahun.” (2)

Kesimpulan

Kesimpulannya, menikahi Perempuan yang ditinggal suaminya hukumnya adalah boleh berdasarkan 2 pendapat di atas. Pertama, Perempuan tersebut harus yakin bahwa pernikahan dengan suaminya terputus karena talak, kematian, atau sejenisnya, lalu menjalani masa iddah. Sementara pendapat kedua menyebutkan bahwa Wanita tersebut harus menunggu 4 tahun terlebih dahulu sejak hilangnya suami. Setelah itu menjalani masa iddah 4 bulan 10 hari.

Oleh karena itu, seorang suami sebaliknya tidak meninggalkan istrinya dalam waktu yang lama meski untuk bekerja mencari nafkah. Pasalnya, semakin lama suami meninggalkan istrinya, semakin besar kemungkinan putusnya kontak dengan istri. Sementara itu, menikahi janda adalah sebuah ibadah yang pahalanya sangat besar.


Referensi:

(1) Q.S. Al-Baqarah Ayat 235

(2) Muwatta Malik, Kitab Thalaq Hadits 1212

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY