Meninggalnya KH. Lutfi Fathullah, Duka Mendalam bagi Keilmuan

0
635
KH. Lutfi Fathullah

KH. Lutfi Fathullah – Meninggal di masa pandemi hampir serupa dengan meninggal karena jihad sebagai seorang surveyor seperti kematian yang beliau rasakan. Beliau meninggalkan dunia ini dengan banyak karya serta kebaikan yang tak terhingga. Masya Allah.

Sobat Cahaya Islam, sepeninggal KH. Lutfi Fathullah umat muslim memiliki serangkaian PR hebat untuk negeri. Salah satu PR yanga harus tertuntaskan yakni melahirkan umat yang sekaliber KH. Lutfi baik secara intelektualitas maupun kebaikannya.

Bagaimana Umat Menyikapi Kematian KH. Lutfi Fathullah?

KH. Lutfi Fathullah

Sobat Cahaya Islam, kehilangan seorang Ulama’ harus umat maknai sebagai kehilangan terbesar sebab selain jasadnya beliau umat juga kehilangan ilmu serta nasihat kebaikan yang terlontar selama ini.

Mewujudkan Ulama’ yang sama tentu tidaklah mudah sebab menciptakan generasi dengan cita – cita memperjuangkan agama Allah SWT sangat sulit. Tak banyak dari generasi yang memiliki cita – cita demikian sebab terkesan kolot dan beresiko tinggi.

Alih – alih bercita – cita menjadi seorang ulama’, generasi malah berlomba – lomba menjadi seorang tiktokers, Youtubers tanpa menjadikan Islam sebagai landasan dalam bergeraknya. Krisis jati diri umat yang terjadi pada generasi haruslah segera diperbaiki. Perbaikan yang umat lakukan yakni salah satunya dengan memperbanyak kader ulama’ di negeri.

Mengapa Tak Banyak Pemuda yang Bercita – Cita Menjadi Kader Ulama seperti KH. Lutfi Fathullah?

KH. Lutfi Fathullah

Sobat Cahaya Islam, keengganan pemuda untuk tak menjadi ulama’ bisa saja terjadi karena beberapa faktor. Salah satu diantaranya yakni :

1.    Generasi tak Mendapat Figur Sejak Kecil

Salah satu motivator terbaik untuk menjadi ulama’ yakni ketika figur itu sudah umat kenal sejak kecil. Sebab, biasanya masa kanak – kanak adalah masa menirukan maupun bercita – cita setinggi mungkin.

Hal ini, telah dicontohkan oleh kedua orangtua Sultan Muhammad Al Fatih. Sejak kecil, Sultan Muhammad senantiasa mendapat gambaran bahwa Ia adalah seorang penakluk kota Konstantinopel.

Jargon ini senantiasa terlisankan oleh kedua orangtuanya maupun guru dari Al Fatih. Sehingga, tak mengherankan bahwa di usia mudanya beliau mampu menjadi pemmpin pasukan terbaik untuk menggawangi jebolnya benteng Konstantinopel.

Masya Allah bukan? Ini membuktikan, bahwa cita – cita juga dapat kedua orangtua bentuk ketika pemuda masih di masa kanak – kanak. Gambaran yang orangtua berikan pun harus jelas agar sang anak dapat lebih mudah megenalinya.

2.    Kurangnya Pemahaman Agama

Selain umat tak mendapat figur dari kecil, mereka juga terlahir dari kondisi yang kurang memahami agama. Tentu saja, hal ini dapat memicu sang pemuda tak lagi memiliki cita – cita menjadi seorang ulama’. Jangankan ulama’, belajar saja bisa jadi niatnya goyah.

Padahal, Allah telah berfirman dalam surat Fusshilat ayat 33 bahwa menyuarakan agama Islam adalah pekerjaan terbaik dengan bosnya adalah Allah SWT itu sendiri. Namun, tak banyak umat yang menyadarinya.

وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Artinya : Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?”

Nah Sobat Cahaya Islam, demikianlah ulasan mengenai KH. Lutfi Fathullah dan faktor yang menjadikan pemuda tak banyak yang bercita – cita untuk menjadi ulama’. Semoga ke depan, ulasan ini dapat menjadi rekomendasi bagi para muslimin untuk memiliki cita – cita sebagai seorang ulama’ dan menjadi generasi penerus Rasulullah SAW.

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY