Kamala Harris Jadi Cawapres AS, Bagaimana Pemimpin Perempuan dalam Islam?

0
1008

Kamala Harris – Pejabat senator dari kalangan perempuan yang mencalonkan diri menjadi cawapres di negara adikuasa yakni Amerika Serikat di tanggal 3 November 2020 mendatang. Bersama Joe Biden yang merupakan calon presiden dari Partai Demokrat resmi memilih dia sebagai calon wakil presidennya.

Sebelumnya Kamala Harris telah dua kali menjabat sebagai jaksa wilayah San Francisco (2004-2011), kemudian dua kali terpilih sebagai Jaksa Agung California (2011-2017). Perempuan blasteran India-Amerika yang merupakan senat Amerika Serikat ini sudah banyak berpengalaman di dunia politik.

Apabila Kamala Harris dapat mengalahkan lawan politik dalam cawapres mendatang, maka ia berhasil dalam posisi perempuan pertama sekaligus tertinggi di kancah pemerintahan Amerika Serikat.

Sobat Cahaya Islam, perempuan menjadi pemimpin sudah tidak asing, meski di mana budaya patriarki (menempatkan posisi laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan) masih mengembang lebar, apa diperkenankan? Di satu sisi, tidak ada syarat khusus seorang pemimpin harus berasal dari kalangan laki-laki.

Bagaimana menurut Islam terkait pemimpin perempuan? Apa diperbolehkan? Yuk kita bahas bersama pemimpin perempuan dari sudut pandang Islam.

Kamala Harris Cawapres AS, Pemimpin Perempuan dari Sudut Pandang Islam

Islam yang mengarahkan umatnya ke jalan yang terbaik, juga memberikan pengarahan terkait perempuan yang diangkat sebagai pemimpin. Hal ini sering menjadi perbincangan hangat ketika muncul tokoh perempuan di acara pemilihan pemimpin.

Kepemimpinan di bawah tangan perempuan membuat kontroversi di kalangan ulama dari yang mulai pro, kontra maupun netral saja, dengan berbagai argumen yang mereka suguhkan untuk menguatkan pendapatnya.

  1. Larangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Pendapat pertama melihat wanita tidak mempunyai hak sama sekali dalam bidang politik. Hal ini berdasarkan banyaknya anjuran, anggapan dari banyak pihak bahwa laki-laki merupakan pemimpin perempuan.

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisaa’ : 34)

Selain itu, Imam Syafi’i juga berpendapat bila kepemimpinan sama halnya ketika menjadi imam shalat yakni hanya laki-laki yang diperkenankan menjadi imam di barisan makmum laki-laki.

  1. Diperbolehkan Perempuan Menjadi Pemimpin Asal Bukan yang Tertinggi

Maksud dari pendapat yang kedua ini, yakni boleh saja perempuan menjadi pemimpin dengan syarat bukan menjadi pemimpin tertinggi seperti presiden menurut sebagian ulama klasik dan kontemporer.

Hal ini secara tidak langsung memberikan porsi bagi setiap perempuan untuk memperoleh hak yang sama dengan laki-laki sebagai warga suatu negara. Bila dituntut melalui sejarah sudah ada pemimpin perempuan sejak zaman dahulu.

Salah satunya kisah Ratu Bilqis yang berhasil memerintahkan Negeri Saba di zaman Nabi Sulaiman AS. Sehingga Allah SWT abadikan dalam Al-Qur’an surah An-Naml ayat 32-34.

  1. Diperbolehkan Perempuan Menjadi Pemimpin Meskipun di Jabatan Tertinggi

Sobat Cahaya Islam, tentu kalian yang lahir sewaktu tahun 90-an menjumpai kepemimpinan presiden perempuan di Indonesia, ya putri Ir. Soekarno (Megawati Soekarnoputri). Itu salah satu bukti diperbolehkan pemimpin perempuan.

Terkait pendapat diperbolehkan perempuan di tonggak kepemimpinan tertinggi diungkapkan oleh ulama kontemporer yang menafsirkan hadis larangan perempuan menjadi pemimpin hanya berlaku dalam kaum tertentu saja.

Tiga pendapat terkait kepemimpinan perempuan dilihat dari sudut pandang Islam di atas, dapat menjadi acuan. Setiap umat Islam punya hak untuk memilih pendapat mana yang mau dipakai dalam hidupnya. Ingat yang terpenting ada acuan atau guru yang diikuti.

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY