Komunikasi yang membangun persatuan – Pada dasarnya, komunikasi yang membangun persatuan umat tidak mungkin bisa terwujud dengan mudah jika tidak ada semangat persaudaraan. Dalam konteks keIndonesiaan persaudaraan harus dilakukan tidak hanya terhadap non-Muslim, namun juga terhadap Muslim.
Dalam ayat Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa sesama orang mukmin adalah bersaudara. Hal ini seperti dalam Surah al- Hujurat/49: 10.
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat” 1
Komunikasi yang Membangun Persatuan Umat
Meski periode kenabian berlangsung selama 14 abad lalu, Nabi Muhammad tetap menjadi teladan sepanjang masa. Beliau telah diutus sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, baik yang menerima risalahnya maupun tidak.
Di antara teladan dari Rasulullah, yaitu komitmen kuat dan langkah nyata dalam membangun persatuan umat. Berikut ini adalah upaya-upaya Rasulullah dalam upaya membangun persaudaraan dan persatuan antar umat, antara lain:
1. Mempersaudarakan Anshar dan Muhajirin
Setelah Rasulullah melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah, tentu ada kebijakan penting yang beliau ambil. Mulai dari yang paling masyhur adalah mempersaudarakan sahabat Anshar dan Muhajirin.
Sahabat Anshar yaitu sahabat Nabi di Madinah yang telah menerima kedatangan Rasulullah pasca hijrah. Sementara sahabat Muhajirin adalah sahabat Nabi yang melakukan hijrah bersama dengan Nabi dari Makkah ke Madinah.
Kedua kelompok tersebut dipersaudarakan di atas prinsip kebenaran, persamaan, serta hak saling mewarisi harta setelah mati. Ikatan persaudaraan itu lebih kuat daripada ikatan nasab dan kerabat.
Kemudian, Rasulullah juga meneguhkan tali persaudaraan di antara semua sahabat secara umum. Menurut Syekh Said Ramadhan al-Buthi, ketetapan tersebut tetap berlaku hingga akhirnya di-nasakh (dihapus) ketika Perang Badar Kubra pecah, yaitu saat turun ayat,
وَاُولُوا الْاَرْحَامِ بَعْضُهُمْ اَوْلٰى بِبَعْضٍ فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) menurut Kitab Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” 2
Ayat tersebut telah menghapus ketetapan yang berlaku sebelumnya. Artinya, hak waris harus berdasarkan ikatan persaudaraan Islam tidak berlaku lagi. Hak waris ini dikembalikan berdasarkan ikatan darah dan kerabat meskipun secara hakiki, kaum Muslim ini tetap bersaudara satu sama lain.
Atas dasar itu, Rasulullah menjadikan komunikasi yang membangun persatuan umat untuk mempersatukan antara Muhajirin dan Anshar. Hal ini sebagai fondasi untuk menerapkan prinsip-prinsip keadilan sosial.
Semua itu diaplikasikan di tengah masyarakat yang memiliki sistem sosial paling unggul serta paling canggih pada zamannya.
2. Persatuan dan Perdamaian Lintas Agama
Upaya kedua tersebut bertepatan setelah peristiwa perang Abwa, yakni perang pertama dalam Islam yang terjadi pada bulan Safar. Umat Islam sendiri menginisiasi adanya perjanjian perdamaian. Tujuan adanya perjanjian tersebut tidak lain agar persatuan dan kerukunan terus terjalin.


Alhasil, adanya perjanjian yang Rasulullah sepakati dengan Bani Dhamrah ini menjadi cara paling efektif untuk membangun persatuan dan kerukunan. Umat Islam dan Bani Dhamrah ini tidak lagi saling bertikai dan berperang.
Lalu, tercipta persatuan antar umat beragama. Tidak hanya itu, buah dari perjanjian ini justru malah menjadikan Bani Dhamrah semakin tertarik untuk masuk Islam.
Upaya yang lain untuk menumbuhkan persatuan serta persaudaraan, yaitu menghilangkan rasisme dan fanatisme kesukuan. Rasulullah juga telah membangun masjid untuk membangun rasa solidaritas antar sahabat. (Syekh Ali Muhammad ash-Shalabi, Sirah Nabawiyah ‘Irdu Waqai’ wa Tahlilul Hadits, [Lebanon, Beirut, Darul Ma’rifah, 2008: 167).
Dari penjelasan di atas, dapat Sobat Cahaya Islam pahami bahwa sejarah Islam pada masa kenabian menjadi bukti betapa pentingnya komunikasi yang membangun persatuan umat.