Hukum Akad Nikah Tanpa Bersuci Secara Lengkap

0
58
Hukum akad nikah tanpa bersuci

Hukum akad nikah tanpa bersuci ini tidak banyak diketahui masyarakat. Sudah menikah adalah perbuatan suci.

Suci di sini yaitu perbuatan yang terpuji, dan sakral. Hal ini karena ikatan pernikahan adalah mitsaqan ghalidza (ikatan yang kuat).

Hukum Akad Nikah Tanpa Bersuci

Allah SWT telah berfirman: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” [QS. an-Nisa (4): 21].

1. Menahan Pandangan dan Memelihara Kemaluan

Melalui pernikahan, Sobat Cahaya Islami dapat menahan pandangan serta memelihara kemaluan. Nabi Muhammad SAW telah bersabda: “Barangsiapa di antara kamu mampu menikah, maka menikahlah karena menikah dapat menahan pandangan serta memelihara kemaluan (kesucian).” (HR. al-Bukhari, no. 5065).

Suci di sini juga tidak dikaitkan dengan sah atau tidak sah pernikahan seseorang. Hal ini berbeda ketika seseorang hendak mengerjakan shalat maka ia harus suci (dari hadas maupun najis).

Jadi, sebelum salat terlebih dahulu harus bersuci dengan berwudhu, mandi atau tayamum sesuai kondisinya. Tidak sah shalat apabila tidak terpenuhi kesucian. Hal ini karena suci merupakan bagian dari syarat sahnya shalat.

2. Tidak Ada Persyaratan harus Suci

Sedangkan, dalam melangsungkan akad nikah tidak ada persyaratan harus suci dari hadas maupun najis. Adapun Hukum akad nikah tanpa bersuci yang telah disyariatkan oleh agama untuk terpenuhi sahnya nikah seseorang hendaklah memperhatikan beberapa hal.

Hukum akad nikah tanpa bersuci

Diantaranya orang yang dinikahi bukan mahram (lihat QS. an-Nisa [4]: 23), terpenuhi rukun nikahnya seperti adanya wali. Hal ini sebagaimana sabda Nabi SAW: “Tidak sah nikah kecuali dengan seorang wali”. (HR. Malik, no. 254).

3. Wanita yang Sudah Bercerai

Selain itu, juga disyaratkan bagi seorang wanita yang sudah bercerai dan akan menikah lagi harus menunggu masa iddahnya. Hal ini sesuai dengan bentuk dan lamanya masa iddah.

Misalnya seperti iddah karena cerai baik yang belum atau sudah haid. Selain itu, iddah karena hamil maupun karena ditinggal wafat suaminya.

Keabsahan nikah itu apabila telah terpenuhinya rukun nikah, yaitu adanya dua orang mempelai, wali, dua orang saksi, sighat akad nikah (ijab qabul) dan mahar (maskawin).

Adapun yang dimaksud sighat akad nikah atau ijab qabul merupakan perkataan seorang wali nikah ketika menikahkan anak perempuannya kepada mempelai pria. Hal ini disebut ijab, dan jawaban mempelai pria untuk menerimanya, disebut qabul.

Shighat akad nikah insya bisa menggunakan bahasa Arab atau lainnya yang mudah dipahami. Hanya saja, di kalangan ulama mensyaratkan dalam akadnya itu dengan menggunakan kata nikah atau zawaj. Jadi, tidak boleh dengan kata jodoh atau partner atau pasangan dan sebagainya.

Kesimpulannya, Sobat Cahaya Islami boleh menikah meski dalam keadaan tidak suci (punya hadas dan belum berwudhu) atau dalam keadaan haid (belum mandi wajib karena belum selesai haidnya). Hukum akad nikah tanpa bersuci tetap sah karena tidak ada syarat harus suci dari hadas maupun najis ketika akan menikah.

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY