Ulat Jati Gunung Kidul – Banyak video di media sosial memperlihatkan pemotor mengenakan jas hujan hingga membawa kayu demi menghindari ulat jati Gunung Kidul. Terkesan menjijikkan, namun beberapa orang mengkonsumsi ulat jati atau ungkrung karena memiliki nilai gizi tinggi. Bahkan makanan ekstrem ini banyak diminati warga pinggiran hutan jati.
Ulat Jati Punya Nilai Gizi Tinggi
Fenomena wabah ungkrung selalu muncul setiap tahun. Ulat jati berukuran 3,5 cm akan muncul setiap pergantian musim kemarau ke musim penghujan. Melihat ungkrung yang bergelantungan dalam jumlah banyak membuat orang merasa geli. Munculnya ungkrung merupakan fenomena musiman dan tidak membahayakan.
Banyaknya ulat jati atau Hyblaea puera yang bisa ditemukan menempel di pohon jati justru jadi berkah untuk sebagian orang. Beberapa daerah di Jawa Timur bahkan, khususnya Kabupaten Bojonegoro banyak yang mengkonsumsi ungkrung.
Kepompong ulat jati memiliki kandungan protein tinggi. Masyarakat yang menganggap ulat jati sebagai hama akan mengumpulkannya, kemudian memasak atau menjualnya dengan rentang harga Rp60.000 per kg. Biasanya ulat jati digoreng, kemudian diberi bumbu pedas.
Kepompongnya pun juga dimanfaatkan masyarakat menjadi lauk pendamping nasi.
Konsumsi Ulat Jati Gunung Kidul Halal atau Haram?
Tekstur yang lembut dengan rasa gurih membuat orang tertarik mengkonsumsi makanan ekstrem ini. Namun, apakah memakan ulat jati halal atau haram?
1. Ulat Jati Halal
Hukum asal hewan darat yaitu halal sampai ada dalil yang mengharamkannya, sesuai dengan ayat Al Qur’an berikut ini:
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” 1
Pandangan senada datang dari ulama Makiyah yang menganggap standar jijik sebagai penentu halal atau haram. Segala hewan yang tidak ada dalil akan haramnya, maka termasuk halal. Standar menjijikkan akan lebih tepat ketika kembali pada penilaian masing-masing orang.
Sedangkan mazhab Maliki menggolongkan ulat dapat dimakan asalkan harus menyembelihnya. Dalam hal ini menyembelih artinya menjadikannya mati, seperti mencelupkan di air panas.
2. Ulat Jati Haram
Berbicara tentang memakan ulat sebagai sesuatu yang menjijikkan, maka dalam Islam jelas hukumnya. Para ulama menggolongkan makanan menjijikkan haram umat Muslim memakannya. Aturan ini sebagaimana terdapat dalam dalil konsumsi ulat jati:
“Dan dia mengharamkan bagi mereka segala yang khobits” 2
Dalam ayat tersebut terdapat tiga pendapat mengenai khobits, yaitu:
- Khobits merupakan makanan haram, sehingga terdapat larangan untuk mengkonsumsinya.
- Segala sesuatu yang membuat orang merasa jijik untuk memakannya, seperti ulat jati Gunung Kidul atau hasyarat termasuk khobits.
- Khobit juga memiliki makna bangkai, darah dan daging babi yang dianggap halal. Artinya Allah mengharamkan bentuk penghalalan segala sesuatu yang dari awal sudah haram.
Perbedaan Ungkrung dengan Ulat dalam Makanan?
Ulat jati Gunung Kidul berbeda dengan ulat yang ada di makanan. Sebab, ulat yang ada dalam makanan merupakan ulat dari makanan busuk. Menyamakan ulat jati dengan ulat dalam makanan tidaklah tepat, sebagaimana hadist berikut ini:
“Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi kurma yang sudah agak lama (membusuk), lalu beliau mengorek-ngorek kurma tersebut. Lantas beliau mengeluarkan ulat dari kurma itu. 3
Ungkrung atau ulat jati Gunung Kidul bukan menjadi makanan haram karena kembali kepada hukum asal makanan yaitu halal. Selain itu, ulat jati tidak termasuk makanan yang menjijikkan dan umat Islam tidak masalah ketika mengkonsumsinya. Saat mengkonsumsi ungkrung, umat Islam bisa mempertimbangkan pendapat para ulama dalam menentukan halal haramnya.