Hukum Makan Gaji Buta – Sobat Cahaya Islam, setiap muslim pasti ingin mendapatkan rezeki yang halal dan penuh berkah. Namun tanpa kita sadari, banyak orang terjebak dalam praktik yang merusak keberkahan rezeki, salah satunya adalah makan gaji buta. Istilah ini merujuk pada seseorang yang menerima gaji tanpa menunaikan tugas dan tanggung jawab sebagaimana mestinya.
Apa Itu Gaji Buta?
Sobat Cahaya Islam, gaji buta bukan sekadar soal uang yang seseorang terima tanpa kerja. Tetapi, gaji buta juga terjadi saat seseorang bekerja secara malas-malasan, tidak disiplin, tidak hadir tapi tetap absen, atau sekadar menggugurkan kewajiban tanpa kualitas kerja. Ia tetap menerima gaji utuh, namun kontribusinya minim. Ini bukan hanya tidak etis secara profesional, tapi juga melanggar nilai Islam.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami.” (1)
Orang yang menerima bayaran penuh, tapi tidak bekerja sebagaimana mestinya, telah melakukan penipuan. Ia menampakkan diri sebagai pekerja, padahal tidak menunaikan amanah.
Amanah yang Dikhianati
Sobat Cahaya Islam, bekerja bukan hanya soal memenuhi kebutuhan hidup. Namun, bekerja juga merupakan amanah yang harus kita jaga. Setiap tanggung jawab akan ada pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah ﷻ.
Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (2)
Gaji adalah hak. Tetapi, hak itu hanya berlaku jika kewajiban telah tertunaikan. Jika seseorang menerima gaji penuh tapi mengerjakan separuh pekerjaan, maka ia telah mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Hukum Makan Gaji Buta Tidak Halal


Sobat Cahaya Islam, banyak orang menyangka bahwa selama uang yang kita terima dari instansi resmi, maka statusnya halal. Padahal dalam Islam, kehalalan bukan berdasarkan siapa yang memberi, tetapi dari cara mendapatkannya. Meskipun gaji berasal dari lembaga halal, jika cara memperolehnya batil, maka uang tersebut tidak halal dimakan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Setiap daging yang tumbuh dari hasil haram, maka neraka lebih pantas baginya.” (3)
Makan gaji buta adalah bagian dari suhṭ—harta haram yang diperoleh melalui jalan yang batil. Bayangkan jika seseorang memberi makan keluarganya dari uang yang haram ini. Alih-alih membawa ketenangan, rumah tangganya justru diliputi kegelisahan.
Jalan Menuju Taubat
Sobat Cahaya Islam, Islam tidak menutup pintu taubat bagi siapa pun. Jika kita pernah atau sedang berada dalam praktik gaji buta, saatnya memperbaiki diri. Awali dengan niat ikhlas bekerja karena Allah. Bangun kembali etos kerja yang jujur, tangguh, dan bertanggung jawab.
Jadikan pekerjaan sebagai ladang amal dan sarana ibadah. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَهُ
“Sesungguhnya Allah mencintai jika seseorang di antara kalian melakukan pekerjaan, maka ia menyempurnakannya.” (4)
Kesungguhan dalam bekerja adalah bentuk ibadah yang diridhai Allah. Maka jangan kotori amal itu dengan kemalasan atau kelicikan.
Sobat Cahaya Islam, makan gaji buta bukan hanya merugikan perusahaan atau instansi, tapi juga menghapus keberkahan hidup. Gaji mungkin tampak besar, tapi hati tak pernah tenang. Mari kita jaga amanah kerja dengan semangat ibadah, agar rezeki yang datang benar-benar bersih dan penuh keberkahan. Rezeki yang halal bukan hanya tentang nominal, tapi tentang nilai dan tanggung jawab di baliknya.
Referensi:
(1) HR. Muslim no. 102
(2) QS. An-Nisā’: 58
(3) HR. At-Tirmidzi no. 614
(4) HR. Al-Bayhaqi dalam Syu’abul Imān no. 5311