Bermuamalah dengan Orang-orang Non-islam?

0
3508
Konsultasi Syariah Bermuamalah dengan Orang-orang Non-islam

Ekonomi Islam Pada kesempatan kali ini kami akan membahas lebih detail tentang bermuamalah.

Sebenarnya artikel ini lanjutan dari pembahasan kami perihal perintah Rasulullah untuk memiliki sikap ramah tamah pada sesama.

Artikel mengenai bermuamalah ini juga pernah kami bahas sebelumnya loh (DISINI).

Bermuamalah dengan Orang-orang Non-islam?

Bagi sobat cahayaislam yang belum mengetahui muamalah. Muamalah itu sendiri merupakan istilah untuk suatu tindakan atau perilaku seseorang kepada orang lain dalam aspek hubungan kepentingan.

Contoh gampangnya dalam pengertian yang lebih mengerucut adalah semua jenis perjanjian, transaksi, dan hal serupa.

Yang pada intinya mengandung tukar menukar manfaat satu sama lain antar manusia.

Dalam pembahasan ini muncullah pertanyaan: apakah orang islam itu boleh bermuamalah dengan orang yang bukan islam? – Jawabannya akan kami coba ulas di bawah.

Allah maha Adil dan tidak melarang kita berlaku adil

Bila jawaban dari pertanyaan di atas adalah tidak boleh, maka secara tidak langsung kami telah mendustakan ayat Allah dalam surat Al Mumtahanah 8 yang menjelaskan bahwa Allah tidak melarang kita untuk berbuat adil.

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Allah tidak menahan (melarang) engkau untuk berbuat baik dan berperilaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak (pula) mengusir engkau dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. [1]

Dalam Surat Al Mumtahinah diatas benar-benar telah jelas dan gamblang tertera bahwasanya Allah tidak secara mutlak melarang kita bermuamalah dengan semua orang (termasuk orang non-muslim).

Dengan catatan mereka tidak memerangimu dan tidak mengusirmu dari tempatmu. Bahkan Allah mencintai mereka yang berbuat adil.

Jadi bila kita mempetak-petakkan bahwa kita saklek hanya boleh bermualamah dengan orang sesama muslim, maka itu bukanlah suatu hal yang bijak.

Bermuamalah dengan orang non-muslim dengan batasan Wala’ 

Sampai pembahasan muamalah dengan landasan Surat Al Mumtahinah di atas. Beberapa alim ulama memperkuat pendapat dengan perilaku muamalah dengan orang non-muslim tanpa adanya unsur wala’.

Istilah Wala’ itu sendiri memiliki arti loyalitas dimana sikap itu cenderung kepada sikap kasih sayang dan cinta kasih.

Para alim ulama memberikan batasan-batasan muamalah kita orang islam dengan orang-orang non-islam dengan garis ini.

Bahkan sebagian ulama mendukung untuk bermuamalah dengan mereka non-muslim loh.

Karena bisa memicu mereka untuk segan kepada kita kaum islam atau bahkan membuat mereka tertarik sampai kemudian mau memeluk islam.

Rasulullah juga bermuamalah dengan orang-orang non-muslim

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقَيْلٍ، قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَأَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ، أَنَّ عَائِشَةَ ـ رضى الله عنها ـ زَوْجَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَتْ وَاسْتَأْجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبُو بَكْرٍ رَجُلاً مِنْ بَنِي الدِّيلِ، هَادِيًا خِرِّيتًا وَهْوَ عَلَى دِينِ كُفَّارِ قُرَيْشٍ، فَدَفَعَا إِلَيْهِ رَاحِلَتَيْهِمَا، وَوَاعَدَاهُ غَارَ ثَوْرٍ بَعْدَ ثَلاَثِ لَيَالٍ بِرَاحِلَتَيْهِمَا صُبْحَ ثَلاَثٍ‏

Di kisahkan oleh Aisha: (istri Nabi) Rasulullah (ﷺ) dan Abu Bakar menyewa seorang pria dari suku Bani-Ad-Dil sebagai pemandu ahli yang merupakan seorang pagan (penganut agama pagan Quraisy).

Nabi (ﷺ) dan Abu Bakar memberinya dua ekor unta tunggangan mereka dan berjanji kepadanya untuk membawa unta tunggangan mereka pada pagi hari ketiga ke Gua Thaur. [2]

Penjelasan

Dalam Hadits Sahaih riwayat Bukhari 2264 di atas menceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah dan Abu Bakr pernah mempekerjakan seseorang dari Bani Ad-Dil.

Yang merupakan seorang pemandu ahli yang merupakan orang penyembah berhala untuk membawakan dua ekor unta mereka ke Gua Thaur.

Rumah Tangga Rasulullah SAW

حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، حَدَّثَنَا قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسٍ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ وَلَقَدْ رَهَنَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم دِرْعَهُ بِشَعِيرٍ، وَمَشَيْتُ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بِخُبْزِ شَعِيرٍ وَإِهَالَةٍ سَنِخَةٍ، وَلَقَدْ سَمِعْتُهُ يَقُولُ ‏ “‏ مَا أَصْبَحَ لآلِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم إِلاَّ صَاعٌ، وَلاَ أَمْسَى ‏”‏‏.‏ وَإِنَّهُمْ لَتِسْعَةُ أَبْيَاتٍ

Tidak di ragukan lagi, Nabi (ﷺ) menggadaikan baju besinya untuk gram jelai. Suatu ketika saya membawa roti jelai dengan sedikit lemak terlarut di atasnya kepada Nabi (ﷺ) dan saya mendengar dia berkata,

“Rumah tangga Muhammad tidak memiliki kecuali satu Sa (biji-bijian, jelai, dll.) untuk pagi dan sore hari. makan malam meskipun mereka sembilan rumah.” [3]

Sedangkan dalam hadits riwayat Bukhari 2508 di atas mengkisahkan bahwa Rasulullah pernah menggadaikan baju perangnya untuk membeli gandum.

Kisah Aisyah RA

خْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ، قَالَ حَدَّثَنَا عُمَارَةُ بْنُ أَبِي حَفْصَةَ، قَالَ أَنْبَأَنَا عِكْرِمَةُ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ كَانَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بُرْدَيْنِ قِطْرِيَّيْنِ وَكَانَ إِذَا جَلَسَ فَعَرِقَ فِيهِمَا ثَقُلاَ عَلَيْهِ وَقَدِمَ لِفُلاَنٍ الْيَهُودِيِّ بَزٌّ مِنَ الشَّأْمِ فَقُلْتُ لَوْ أَرْسَلْتَ إِلَيْهِ فَاشْتَرَيْتَ مِنْهُ ثَوْبَيْنِ إِلَى الْمَيْسَرَةِ ‏.‏ فَأَرْسَلَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ عَلِمْتُ مَا يُرِيدُ مُحَمَّدٌ إِنَّمَا يُرِيدُ أَنْ يَذْهَبَ بِمَالِي أَوْ يَذْهَبَ بِهِمَا ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ “‏ كَذَبَ قَدْ عَلِمَ أَنِّي مِنْ أَتْقَاهُمْ لِلَّهِ وَآدَاهُمْ لِلأَمَانَةِ

Kisah ketiga di riwayatkan dalam hadits sunan Nasa’i 4628 :

Di kisahkan bahwa Aisyah RA menyuruh seseorang untuk membeli pakaian dari seorang saudagar Yahudi dengan pembayaran belakangan.

Namun pada akhirnya dia tidak mau dan menolaknya.

Dari banyaknya ulasan dan kisah-kisah Rasulullah di atas. Kita bisa menyimpulkan bahwa sebagai orang islam kita di perbolehkan untuk bermuamalah dengan orang-orang non-islam.

Tentu dalam batas-batasan tertentu seperti Wala’ dan hal yang di muamalahkan tidak melanggar hukum dan kaidah islam. Semoga bermanfaat!


Catatan Kaki

[1] Q.S. Al Mumtahanah (60) ayat 8

[2] H.R. Sahih Bukhari 2264 Bab: Adalah legal jika seseorang mempekerjakan seseorang untuk bekerja untuknya

[3] H.R. Sahih Bukhari 2508

Bab: Pernyataan Allah Ta’la: “Dan jika Anda dalam perjalanan dan tidak dapat menemukan juru tulis, maka biarlah ada janji yang di ambil …”

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY