Hukum Menyamakan Istri dengan Ibu, Samakah dengan Menjatuhkan Talak?

0
414
hukum menyamakan istri dengan ibu

Hukum menyamakan istri dengan ibu – Zaman dahulu, ketika seorang suami berkata-kata yang merujuk menyamakan istrinya dengan sang ibu dianggap telah menjatuhkan talak. Namun, berpegang pada syariat bahwa hukum menyamakan istri dengan ibu adalah zhihar yang merupakan ketentuan di luar talak. Lantas, apakah zhihar itu? Silakan Sobat Cahaya Islam simak penjelasannya!

Hukum Menyamakan Istri dengan Ibu Termasuk Zhihar  

Zhihar jika diartikan secara bahas berarti punggung, merujuk pada kata zhahr. Sementara menurut istilah, artinya menyamakan istri dengan salah satu mahram suami seperti ibu atau saudarinya. Jadi, zhihar hanya berlaku dari suami ke istri dan tidak berlaku sebaliknya.

hukum menyamakan istri dengan ibu

Jadi, bagaimana hukum menyamakan istri dengan ibu? Berdasarkan kesepakatan ulama, hukum zihar adalah haram dan masuk ke dalam dosa besar. Hal ini karena zhihar dianggap sebagai ungkapan yang bersifat dusta dan munkar. Seperti yang bisa Sobat Cahaya Islam ketahui dari firma Allah berikut.

“Orang-orang yang menzhihar istrinya (menganggapnya sebagai ibu) di antara kamu, istri mereka itu bukanlah ibunya. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah perempuan yang  melahirkannya. Sesungguhnya mereka benar-benar telah mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi,” (QS. al-Mujadalah [58]:2).

Namun sekali lagi harus Sobat Cahaya Islam pahami dan ingat, bahwasanya zhihar tidak termasuk talak meskipun termasuk dosa besar. Ungkapan tersebut hanya sebuah pelanggaran suami atas istrinya dan tidak memutus tali pernikahan. Namun konsekuensinya, suami haram bersentuhan dengan istrinya sebelum membayar kafarat.

Kafarat adalah semacam denda. Untuk menggugurkan zhihar, kafaratnya berupa puasa selama dua bulan hijriah. Bisa pula dengan memerdekakan budak yang sehat lagi produktif. Boleh juga dengan memberi makan 60 fakir miskin sebanyak satu mud atau 3/4 kilogram makanan pokok setempat.

Namun pembayaran kafarat punya urutan untuk ditunaikan berdasarkan kemampuan. Pertama memerdekakan budak, jika tak mampu diganti dengan berpuasa, selanjutnya baru pilihan ketiga. Perihal pembayaran kafarat ini juga telah tertuang dalam salah satu ayat Al Quran berikut.

“Orang-orang yang menzhihar istrinya kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan wajib memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu berhubungan badan,” (QS. al-Mujadilah [58]: 3).

“Jika ungkapan zhihar tidak diikuti talak, maka tidak tercapai sesuatu yang memutuskan pernikahan. Sebab, zhihar dianggap kembali kepada perkataan suami dan bertolak belakang dengan ucapannya sendiri. Konsekuensinya, ketika suami tidak berpisah dengan istri karena telah menyerupakannya dengan salah seorang mahramnya, maka penyerupaan itu hanya dianggap pembatal dari pihak suami dan pelanggar ketentuan. Maka dalam kondisi itu, si suami hanya diwajibkan menunaikan kaffarat dan kaffarat itu dilakukan pada saat itu pula.” (Al-Khin: IV/147).

Macam-macam Zhihar

Berbeda pengungkapan zhihar, maka yang berlaku pun bisa berbeda hukumnya. Ini karena zhihar diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, antara lain:

1. Zhihar Sharih

Ungkapan suami yang termasuk dalam zhihar sharih adalah ketika menyerupakan istri dengan ibunya yang memang hanya bermakna zhihar meski tanpa niat. Artinya, karena zhihar berarti punggung, ungkapannya menyamakan dengan punggung sang ibu atau keseluruhan fisik ibu termasuk punggung.

Ketika suami mengatakannya dan dalam keadaan sadar, sebagaimana syarat suami yang sah mengucapkan perkataan suami yang termasuk talak, maka zhihar juga telah jatuh.

2. Zhihar Kinayah

Sementara untuk zhihar kinayah, ungkapannya masih bisa bermakna lain dan tidak berniat menyerupakan sang istri dengan ibunya. Semisal berniat memuji kesamaan kebiasaan, cara berpikir, atau memuji salah satu bagian fisik yang mirip ibu selain punggung.

hukum menyamakan istri dengan ibu

Maka meski suami mengatakannya tidak termasuk ke dalam zhihar dan tidak pula wajib membayar kafarat. Kecuali jika memang sang suami berniat menjatuhkan zhihar kepada istrinya melalui ungkapan tersebut.

Selain kedua macam zhihar di atas, berdasarkan waktu berlakunya ada yang permanen (muabbad) dan sementara (mu’aqqad). Dianggap permanen ketika kafaratnya tidak ditunaikan, dan termasuk sementara jika terdapat kesepakatan tenggat waktu pembayaran kafarat semisal sebulan atau setahun.

Jadi, dari sini Sobat Cahaya Islam tentu dapat memahami bahwasanya hukum menyamakan istri dengan ibu adalah haram. Namun hanya termasuk ke dalam zhihar dan tidak termasuk talak yang memutus perkawinan.

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY