Penyalahgunaan Wewenang Pejabat Publik – Islam sangat melarang penyalahgunaan wewenang. Semua ulama sepakat akan hal ini karena banyak dalil terkait larangan ini. Sayangnya, masih saja terjadi penyalahgunaan wewenang, terlebih dalam pemerintahan atau kekuasaan yang tentu saja sangat merugikan banyak pihak seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Berkaitan dengan hal-hal semacam ini, kita harus saling mengingatkan serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga etika dan integritas dalam penggunaan wewenang. Lalu, bagaimana Islam memandang penyalahgunaan wewenang yang kerap dilakukan oleh para pejabat publik?
Larangan Penyalahgunaan Wewenang Pejabat Publik
![](https://www.cahayaislam.id/wp-content/uploads/Penyalahgunaan-Wewenang-Pejabat-Publik.jpg)
![](https://www.cahayaislam.id/wp-content/uploads/Penyalahgunaan-Wewenang-Pejabat-Publik.jpg)
Kita semua tahu bahwa wewenang adalah hak kekuasaan seseorang untuk bertindak dalam lingkup tertentu. Biasanya, orang yang punya wewenang punya otoritas mempengaruhi bahkan mengendalikan situasi, Keputusan, atau orang lain. Pemegang wewenang dapat berasal dari latar belakang yang berbeda.
Dalam Islam, wewenang adalah Amanah. Seseorang yang beriman harus mengindahkan Amanah. Sebaliknya, orang yang tak mengindahkan Amanah termasuk orang munafik. Pasalnya, Rasulullah telah menjelaskan tanda-tanda orang munafiq, yang salah satunya adalah:
وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Dan ketika mendapatkan amanah, dia berkhianat.” (1)
Menurut Imam Abdullah Khatib At-Tabrizi, maksud mengkhianati Amanah adalah menyalahgunakan apa yang telah menjadi tanggung jawabnya. Yakni, ketika seseorang telah mendapatkan kepercayaan terhadap sesuatu, dia tidak mengindahkannya, justru menyalahgunakanya dengan tidak sesuai syariat Islam.
Ancaman Bagi Orang yang Menyalahgunakan Wewenang
Menyalahgunakan wewenang jelas sangat merugikan, baik bagi negara maupun Masyarakat umum. Tentu saja, dosanya sangat berat. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Tidaklah seorang hamba yang dipasrahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.” (2)
Imam Abu Zakaria An-Nawawi menjelaskan, bahwa jika seorang pemimpin menghalalkan kecurangan, hukumnyaharam dan kekal di neraka kelak. Sementara itu, jika tidak sampai menghalalkan kecurangan tapi tetap melakukannya, hukumnya haram dan bisa memperlambat masuk surga.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, kesimpulannya adalah bahwa haram hukumnya bagi seorang pejabat publik untuk menyalahgunakan wewenang. Sebagai konsekuensinya, pelaku penyalahgunaan wewenang akan masuk neraka, dan bisa saja mendapat hukuman di dunia sesuai hukum negara yang berlaku.
Oleh karena itu, siapapun yang pernah melakukan kecurangan dalam hal apapun, hendaknya ia bertaubat. Pasalnya, jika ia meninggal dunia dalam keadaan belum bertaubat, maka tempatnya di neraka. Na’udzubillahi min dzalik.
Referensi:
(1) Sahih al-Bukhari 6095
(2) Sahih Muslim 142