Kekayaan yang Hakiki, Benarkah Soal Harta?

0
76
kekayaan-yang-hakiki

Kekayaan yang Hakiki – Manusia tidak pernah puas dengan hartanya. Artinya, sekaya apapun seseorang, ia akan selalu merasa kurang dan kurang. Lantas, seberapa banyak harta hingga seseorang benar-benar kaya? Atau kekayaan yang sebenarnya bukan soal harta? Pasalnya, banyak orang yang hartanya melimpah namun masih saja tidak merasa cukup.

Jangan Jadi Hamba Harta!

Saat ini, banyak orang yang mengaku sebagai hamba Allah, tapi pada kenyataannya lebih pantas sebagai hamba harta. Bagaimana tidak, mereka rela mengesampingkan ibadah demi mencari harta yang tak seberapa. Celakalah orang-orang yang demikian, sebagaimana sabda Nabi:

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ ، إِنْ أُعْطِىَ رَضِىَ ، وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ

“Celakalah hamba dinar, hamba dirham, hamba pakaian, dan hamba mode. Jika diberi, ia Ridha. Tapi jika tidak diberi, ia tidak Ridha.” (1)

Selain itu, ada juga hadits dari Ibnu ‘Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah pernah bersabda:

لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا

“Andai manusia diberi 2 lembah berisi harta, pasti ia masih menginginkan lembah ketiga.” (2)

Hadits-hadits di atas menjelaskan betapa tamaknya manusia akan harta. Mereka yang menjadi budak harta adalah orang-orang yang tidak membentengi dirinya dengan iman.

Celaka bagi Orang yang Cinta Harta

Jika seseorang terlalu mencintai harta, mereka akan sibuk dengan harta dan mengesampingkan kewajibannya terhadap Allah. Mereka suka berfoya-foya dengan hartanya untuk menikmati dunia dan lupa akan akhiratnya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ

“Bermegah-megahan dengan harta telah mencelakakan kalian.” (3)

Imam al-Bukhari menjelaskan bahwa hadits ini mengingatkan kita untuk menjaga diri dari cobaan (fitnah) harta. Pasalnya, banyak sekali manusia yang masuk ke dalam jurang kemaksiatan akibat fitnah harta ini. Hanya dengan iman yang kuat-lah kita dapat membentengi diri dari godaan-godaan yang timbul dari gemerlapnya harta dan dunia. Hendaknya kita juga bersyukur atas apa yang telah kita miliki.

Kekayaan yang Hakiki: Rasa Kecukupan

Jika orientasi kita adalah harta, kita tidak akan pernah merasa cukup. Padahal, esensi dari kekayaan adalah merasa cukup, sebagaimana sabda Nabi:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

“Kekayaan (yang hakiki) bukanlah banyaknya harta, melainkan hati yang merasa cukup.” (4)

Maka, hendaknya kita bukan berdoa untuk kaya, tapi mendapat kecukupan. Salah satu doa yang Rasulullah ajarkan adalah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk dan ketakwaan dan diberikan sifat ‘afaf dan ghina.” (5)

Imam Nawawi menjelaskan bahwa ‘afaf artinya menjauhkan dan menahan diri dari perkara-perkara yang tidak boleh dalam syariat Islam. Sementara itu, ghina artinya hati yang merasa cukup. Mudah-mudahan kita termasuk hamba yang punya sifat ghina sehingga selalu merasa cukup dengan nikmat yang telah Allah berikan. Aamiin.


Referensi:

(1) H.R. Bukhari 6435

(2) H.R. Bukhari 6437

(3) Q.S. At-Takatsur 1

(4) H.R. Bukhari 6446

(5) H.R. Muslim 2721

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY