Hukum orang bertanya tapi tidak dijawab – Ketika Sobat cahaya Islam bertemu dengan seseorang, terkadang ingin bertanya sesuatu baik itu hanya sekedar obrolan biasa atau untuk hal-hal yang yang lebih penting. Ketika Anda bertanya, tentu hal yang paling diharapkan adalah mendapatkan jawaban yang sesuai. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua pertanyaan akan mendapatkan jawaban sesuai harapan.
Hukum Orang Bertanya Tapi Tidak Dijawab Menurut Islam
Apabila Anda bertanya sesuatu kepada seseorang kemudian ternyata orang tersebut tidak memberikan jawaban, maka hal itu bisa dihukumi boleh namun juga bisa dihukumi tidak boleh. Apabila pertanyaan yang diajukan merupakan pertanyaan biasa dan jawabnya sederhana tentu memberi jawaban sangatlah direkomendasikan.
Misalnya saja Anda bertanya tentang pertanyaan umum seperti ”bagaimana kabarmu hari ini?” Maka pertanyaan tersebut sebaiknya dijawab karena apabila tidak dijawab akan menimbulkan kekecewaan. Sedangkan jika pertanyaan yang disampaikan merupakan pertanyaan yang berkaitan dengan ilmu tertentu, maka seseorang tidak boleh menjawab secara sembarangan.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam merupakan manusia paling mulia sekaligus sebagai seorang guru bagi umatnya. Ketika beliau ditanya oleh seseorang maka biasanya beliau akan menjawab sesuai dengan ilmu yang dimiliki. Akan tetapi ketika tidak memiliki pemahaman yang cukup atau belum mendapatkan ilmu yang benar, maka Rasulullah memilih diam.
Hukum orang bertanya tapi tidak dijawab dalam hal ini memang sangat didasarkan dengan konteksnya. Menyampaikan ilmu memiliki tanggung jawab yang besar di akhirat nanti. Seorang guru, apabila menyampaikan sesuatu tentu harus berdasarkan ilmu yang benar. Jangan sampai materi yang disampaikan merupakan masalah yang sebenarnya belum diketahui.
Apabila seseorang menyampaikan pendapat tanpa didasari ilmu, dikhawatirkan suatu saat akan menyebabkan orang tersebut tidak dipercaya lagi atau dianggap sebagai seorang pendusta. Bahkan hal ini juga bisa menyebabkan ilmu menjadi sirna akibat kedustaan.
Surat An-Nisa’ (4) Ayat 127
وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ ۖ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْوِلْدَانِ وَأَنْ تَقُومُوا لِلْيَتَامَىٰ بِالْقِسْطِ ۚ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِهِ عَلِيمًا
127. Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.
Hati-hati dalam Berfatwa
Islam memang memerintahkan setiap umatnya untuk memiliki ilmu. Sehingga ketika menghadapi suatu masalah, bisa diselesaikan dengan lebih mudah. Selain itu, Islam juga melarang umat Islam untuk berfatwa secara sembarangan terutama dalam hal agama.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sudah dianugerahkan ilmu yang luar biasa dari Allah subhanahu wa ta’ala. Akan tetapi, ketika dihadapkan pada pertanyaan yang belum diketahui jawabannya, beliau tidak akan memberikan jawaban secara sembarangan.
Imam al Bukhari rahimahullah dan Muslim rahimahullah meriwayatkan :
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ مَرِضْتُ فَعَادَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَهُمَا مَاشِيَانِ فَأَتَانِي وَقَدْ أُغْمِيَ عَلَيَّ فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَبَّ عَلَيَّ وَضُوءَهُ فَأَفَقْت فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَصْنَعُ فِي مَالِي كَيْفَ أَقْضِي فِي مَالِيفَلَمْ يُجِبْنِي بِشَيْءٍ حَتَّى نَزَلَتْ آيَةُ الْمَوَارِيثِ
Dari Muhammad bin al Munkadir, ia mendengar Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma bercerita : “Aku pernah sakit. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Abu Bakar Radhiyallahu anhu menjengukku dengan berjalan kaki. Beliau mendatangiku saat aku pingsan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil air wudhu dan memercikkan air wudhunya kepadaku sehingga aku siuman”. Aku bertanya : “Wahai, Rasulullah. Bagaimana cara aku menangani urusan hartaku? Apa yang harus aku lakukan terhadap hartaku?”
“Beliau tidak menjawab dengan sesuatu pun, sampai akhirnya turun ayat tentang pembagian warisan”. [Muttafaqun ‘alaih. Shahihu al Bukhari, kitab al I’tisham bi al Kitab wa as Sunnah, no. 7309; Shahih Muslim, kitab al Faraidh, bab Miratsi al Kalalah, no. 7].
Sikap yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kemudian diikuti oleh para sahabat serta para ulama. Jadi, apabila memang ada seseorang yang bertanya akan tetapi masalah-masalah tersebut belum diketahui hukumnya, maka para ulama lebih memilih untuk tidak menjawab atau menangguhkan jawaban tersebut sampai didapatkan jawaban yang tepat.
Di masa seperti sekarang ini semakin banyak ulama yang memahami suatu ilmu. Ulama-ulama yang benar akan mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ketika menemukan pertanyaan yang jawabannya belum dikuasai, maka jangan lantas memberi jawaban tanpa dasar. Sikap ksatria dari seseorang ketika memang tidak mengetahui pasti jawaban dari suatu pertanyaan adalah mengakui keterbatasan ilmunya.
Harus Bersikap Tenang dan Legowo
Baik penanya maupun orang yang menjawab, harus memahami kondisi satu sama lain. Hukum orang bertanya tapi tidak dijawab menurut Islam sangatlah tergantung dari konteks.
Apabila Anda dalam posisi penanya, lalu jawabannya tidak sesuai dengan harapan maka harus tetap bersabar. Begitu juga bagi seorang pemberi jawaban, apabila memang tidak mengetahui jawabannya maka harus tetap tenang dan tidak boleh memaksakan diri hanya demikian gengsi.
Surat An-Nahl (16) Ayat 43
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
43. Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,
Demikianlah penjelasan mengenai hukum orang bertanya tapi tidak dijawab. Sobat cahaya Islam harus memahami bahwa terkadang tidak semua pertanyaan harus selalu ada jawabannya saat itu juga. Bukankah Rasulullah juga tidak memberi jawaban secara langsung sebelum beliau mengetahui jawaban yang benar.
Semoga Allah merahmati kita semua agar menjadi manusia yang selalu mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.