Hukum Mengganti Nama – Ada sebuah tradisi masyarakat di mana seseorang mengganti namanya atau nama anaknya, baik ketika masih kecil atau setelah dewasa. Biasanya, mereka melakukannya karena sebab tertentu seperti pindah agama atau yang bersangkutan sering sakit-sakitan. Lalu, bagaimana pandangan hukum Islam akan hal ini?
Orangtua Harus Memberi Nama yang Baik pada Anaknya


Dalam Islam, nama punya arti penting, baik itu panjang maupun pendek. Sebagian orang memaknai nama sebagai doa. Orangtua bisa menamai anaknya dengan bahasa lokal, Arab, atau dari tokoh-tokoh yang baik seperti nama-nama Nabi.
Rasulullah pernah memberikan nasehat tentang pemberian nama anak. Berikut redaksi haditsnya yang berasal dari Abu Wahib Al-Jusyami:
تَسَمَّوْا بِأَسْمَاءِ الأَنْبِيَاءِ وَأَحَبُّ الأَسْمَاءِ إِلَى اللَّهِ عَبْدُ اللَّهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ
“Namailah (anakmu) dengan nama para Nabi. Nama yang paling disukai oleh Allah adalah ‘Abdullah’ dan ‘Abdurrahman’.” (1)
Bahkan dalam riwayat lain, Rasulullah mengatakan bahwa jika nama seseorang mengandung nama Nabi dan Rasul, terutama nama Nabi Muhammad, ia akan mendapat keringanan siksa di hari kiamat nanti sebab Allah malu untuk menyiksa orang yang namanya terdapat nama Muhammad.
Hukum Mengganti Nama Setelah Dewasa
Jika seseorang punya nama yang memiliki arti buruk, maka Islam menganjurkan agar ia mengganti namanya tersebutSyekh M Amin Al-Kurdi dalam Tanwirul Qulub di bawah ini:
وَيَجِبُ تَغْيِيْرُ اْلأَسْمَاءِ الْمُحَرَّمَةِ وَيُسْتَحَبُّ تَغْيِيْرُ اْلأَسْمَاءِ الْمَكْرُوْهَةِ.
“Mengubah nama-nama yang haram hukumnya wajib, dan nama-nama yang makruh hukumnya sunnah.” (2)
Selain itu, Imam Al-Baijuri juga menjelaskan dalam kitab Hasyiyatul Baijuri sebagai berikut:
وَيُسَنُّ أَنْ يُحَسِّنَ اسْمَهُ لِخَبَرِ أَنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُمْ وَأَسْمَاءِ أَبَائِكُمْ فَحَسِّنُوْا أَسْمَائَكُمْ إِلَى أَنْ قَالَ: وَتُكْرَهُ اْلأَسْمَاءُ الْقَبِيْحَةُ كَحِمَارٍ وَكُلِّ مَا يُتَطَيَّرُ نَفْيُهُ أَوْ إِثْبَاتُهُ وَتَحْرُمُ التَّسْمِيَّةُ بِعَبْدِ الْكَعْبَةِ أَوْ عَبْدِ الْحَسَنِ أَوْ عَبْدِ عَلِيٍّ وَيَجِبُ تَغْيِيْرُ اْلاسْمِ الْحَرَامِ عَلَى اْلأَقْرَبِ لِأَنَّهُ مِنْ إِزَالَةِ الْمُنْكَرِ وَإِنْ تَرَدَّدَ الرَّحْمَانِيُّ فِيْ وُجُوْبِهِ وَنَدْبِهِ .
“Disunahkan memperbagus nama sesuai hadits, ‘Kamu sekalian akan dipanggil pada hari Kiamat dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian. Oleh karena itu, pilihlah sebutan yang baik untuk nama kalian.’ Dimakruhkan nama-nama yang berarti jelek, seperti himar (keledai) dan setiap nama yang diprasangka buruk (tathayyur) penafian atau penetapannya… Haram hukumnya menamai seseorang dengan ‘Abdul Ka’bah,’ ‘Abdul Hasan,’ atau ‘Abdu Ali’ (Hamba Ka’bah, Hamba Hasan atau Hamba Ali). Menurut pendapat yang lebih shahih, (seseorang) wajib mengubah nama yang haram karena berarti menghilangkan kemungkaran, walau Syekh Ar-Rahmani ragu perihal kewajiban atau kesunnahan mengubah nama demikian.” (3)
Kesimpulan
Berkaitan dengan mengubah nama, hendaknya kita tidak gegabah. Selama nama kita tidak masuk dalam batas haram atau makruh, kita tidak perlu mengubahnya. Kita juga tidak perlu merasa resah ingin mengubah nama yang tidak Islami.
Kita lebih baik bersyukur dengan nama pemberian orangtua kita selama tidak punya arti yang buruk. Begitu juga dengan seseorang yang sakit-sakitan, hal itu tidak ada kaitannya dengan nama sehingga tidak perlu mengubah namanya. Wallahu a’lam.
Referensi:
(1) Sunan Abi Dawud 4950
(2) Tanwirul Qulub hal 234
(3) Hasyiyatul Baijuri Juz II hal 305