Dampak Pemimpin Perempuan – Umumnya, pemimpin adalah seorang laki-laki. Namun, Sebagian ulama memperbolehkan kaum Perempuan untuk menjadi pemimpin dalam ruang lingkup tertentu. Akan tetapi, kita sebagai umat Islam harus tahu apa dampaknya.
Dampak Pemimpin Perempuan: Tidak Akan Bahagia


Salah satu alasan kenapa Islam tidak menganjurkan Perempuan untuk menjadi pemimpin adalah karena pemimpin cenderung merugikan apa yang ia pimpin. Di zaman Nabi, bangsa Persia pernah mengangkat putri Kisro (gelar raja Persia saat itu) menjadi raja. Setelah berita ini sampai di telinga Rasulullah, beliau mewanti-wanti:
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً
“Suatu kaum tidak akan bahagia jika mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita.” (1)
Atas dasar hadits di atas-lah para ulama tidak memperbolehkan Wanita menjadi kepala negara dan hakim karena Wanita adalah aurat dan tidak boleh berhias jika keluar rumah. Selain itu, Wanita cenderung lemah sehingga biasanya tidak mampu menyelesaikan banyak urusan karena kurang akal dan agamanya. Padahal, kepemimpinan serta memutuskan suatu perkara merupakan tanggung jawab yang urgent sehingga laki-laki lebih pantas menjadi pemimpin.
Kodrat Perempuan Mengalami Haid, Hamil, Melahirkan, dan Menyusui


Di antara kodrat Perempuan adalah mengalami haid, bisa hamil, melahirkan, dan juga menyusui. Hal-hal di atas dapat menjadi penghalang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin. Itulah kenapa Allah juga hanya mengutus laki-laki menjadi Nabi dan Rasul.
Bisa kita bayangkan, bagaimana repotnya jika seorang pemimpin yang harus menyelesaikan masalah besar dan urgent tapi keadaannya tidak memungkinkan karena mau melahirkan. Tentu saja, Islam tidak ingin hal seperti itu terjadi.
Itulah kenapa Islam menganjurkan agar kaum laki-laki yang menjadi pemimpin. Meski tidak haram secara mutlak, namun pemimpin Perempuan bisa menimbulkan banyak mudharat. Sementara kepemimpinan laki-laki setidaknya mengurangi potensi mudharat tersebut.
Larangan Perempuan Menjadi Pemimpin Bukan Emansipasi Wanita
Banyak yang menganggap bahwa larangan Perempuan menjadi pemimpin adalah bentuk emansipasi Wanita dalam Islam. Itulah kenapa ada kelompok-kelompok yang menuntut kesetaraan gender. Padahal, Islam justru ingin memuliakan Wanita. Pasalnya, Allah sudah menakdirkan kedudukan mulia dalam rumah tangga. Rasulullah bersabda:
وَالْمَرْأَةُ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ
“Dan Wanita menjadi pemimpin di rumah suaminya.” (2)
Hadits di atas bukan menunjukkan bahwa seorang istri yang menjadi kepala rumah tangga. Akan tetapi, seorang istri punya tanggung jawab untuk mengkoordinasikan seluruh anggota keluarga dengan baik agar tercipta keluarga yang Bahagia dan harmonis.
Dengan kata lain, suami adalah raja dalam sebuah keluarga sedangkan istri adalah ratunya. Maka, hendaknya para suami memperlakukan istri-istrinya layaknya ratu dengan memenuhi hak-hak-nya dan memuliakannya seperti yang Islam ajarkan.
Referensi:
(1) H.R. Bukhari 4425
(2) H.R. Bukhari 2409