Riba dalam hutang piutang merupakan sebuah praktik yang telah dilarang keras dalam ajaran Islam. Secara harfiah, riba artinya “tambahan” atau “kelebihan” yang akan dikenakan pada jumlah pokok pinjaman.
Dalam praktiknya, riba berkaitan dengan bunga tambahan yang dipungut dari adanya transaksi pinjaman uang. Larangan terhadap riba telah ada dalam Al-Qur’an dan Hadis, terkait dampak negatifnya yang luas terhadap individu maupun masyarakat.
Konsep Riba dalam Hutang Piutang
Islam telah menekankan prinsip keadilan dan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan. Hal ini termasuk dalam transaksi keuangan. Riba dianggap melanggar prinsip tersebut karena menciptakan ketidakadilan antara pemberi maupun penerima pinjaman.
Pihak yang telah meminjamkan uang dengan riba akan memperoleh keuntungan tanpa usaha. Sementara itu, peminjam menanggung beban tambahan di luar pokok utang. Hal tersebut bertentangan dengan semangat tolong-menolong serta keadilan yang diajarkan dalam Islam.
1. Bahaya Riba dalam Kehidupan Berhutang
Ada beberapa bahaya riba dalam hutang piutang di kehidupan. Berikut ini penjelasannya:
● Beban Keuangan yang Berat
Riba dapat meningkatkan jumlah utang secara signifikan. Hal ini akan membebani peminjam dengan kewajiban membayar lebih dari yang dipinjam.
Bunga yang terus bertambah juga akan menyebabkan peminjam kesulitan melunasi utangnya. Bahkan, dapat terjebak dalam lingkaran utang yang sulit diputus.
● Stres dan Masalah Kesehatan Mental
Tekanan untuk membayar utang berbunga tinggi bisa saja menyebabkan stres, kecemasan, serta gangguan kesehatan mental lainnya. Kondisi tersebut tidak hanya mempengaruhi individu. Namun, juga dapat merusak hubungan keluarga maupun sosial.
● Kesenjangan Sosial dan Ketidakadilan
Praktik riba sendiri cenderung memperkaya pihak modal serta memiskinkan mereka yang membutuhkan pinjaman. Hal tersebut memperlebar kesenjangan sosial serta ekonomi, sehingga menciptakan ketidakadilan dalam masyarakat.
● Ketidakstabilan Ekonomi
Sistem keuangan berbasis riba akan rentan terhadap krisis. Ketergantungan pada utang berbunga tinggi juga bisa menyebabkan gelembung ekonomi dan ketidakstabilan finansial.


2. Larangan Riba dalam Al-Qur’an dan Hadis
Al-Qur’an secara tegas telah melarang praktik riba dalam beberapa ayat, yaitu:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila…”. (Surah Al-Baqarah ayat 275)
Selain itu, dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW telah bersabda: “Riba itu ada 73 pintu. Pintu riba yang paling ringan, seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibunya.” (HR. Ibnu Majah, no. 2274)
3. Alternatif Transaksi Keuangan dalam Islam
Bagi Sobat Cahaya Islam yang ingin menghindari riba, Islam menawarkan beberapa alternatif transaksi keuangan yang adil dan sesuai syariat, antara lain:
- Mudharabah: Kerjasama usaha antara pemilik modal maupun pengelola usaha, di mana keuntungan akan dibagi sesuai kesepakatan. Sedangkan, kerugian harus ditanggung sesuai porsi modal.
- Musyarakah: Kerja sama usaha di mana seluruh pihak turut serta dalam pengelolaan usaha, bahkan menanggung kerugian secara proporsional.
- Murabahah: Penjualan barang dengan cara menyebutkan harga pokok dan keuntungan.
- Ijarah: Penyewaan aset maupun jasa.
- Salam: Perjanjian jual beli barang yang akan langsung diserahkan di masa mendatang dengan harga tertentu.
Praktik-praktik ini akan mendorong keadilan, transparansi, dan keseimbangan dalam transaksi keuangan, sesuai dengan prinsip syariah. Jadi, Sobat Cahaya Islam akan lebih terhindar dari riba dalam hutang piutang.