Wanita mandiri dalam Islam – Konsep wanita mandiri dalam Islam tidak lepas dari fakta bahwa Islam adalah ajaran yang menempatkan wanita pada posisi mulia. Dalam Al Quran sendiri laki-laki dan wanita dipandang setara dan disebut sebagai ba’dhukum min ba’dh atau sebagian kamu dari sebagian yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak menentang wanita yang memiliki jiwa mandiri.
Dalam ajaran Islam, derajat seorang wanita diangkat dan baginya diberikan kehormatan dan kebebasan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah At Taubah ayat 71,
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS At Taubah : 71)
Islam memandang bahwa dalam hal keimanan, baik wanita dan laki-laki memiliki porsi yang sama. Tidak ada diskriminasi gender dimana wanita menduduki kasta lebih rendah daripada laki-laki sebagaimana terjadi di zaman sebelumnya.
Wanita Mandiri Dalam Islam Memiliki Peranan Penting
Pada zaman Yunani Kuno, wanita memiliki derajat yang sangat rendah dibandingkan kaum lelaki. Bahkan di zaman jahiliyah, memiliki anak wanita dianggap sebagai sebuah aib bagi orang tuanya. Hal ini berubah setelah Islam hadir di muka bumi.
Stigma wanita yang manja, lemah dan selalu membutuhkan pertolongan sangat tidak sesuai dengan hakikat wanita mandiri dalam Islam. Sungguh Islam sangat menghargai para wanita yang berjiwa mandiri dan menganugerahi mereka gelar wanita terpuji. Bagaimana Islam meninggikan derajat wanita mandiri dapat dibaca pada surah An-Naml ayat 29-44 mengenai kekuasaan Ratu Bilqis.
Sejarah juga menuliskan bagaimana wanita mandiri dalam Islam mendapatkan tempat yang sangat istimewa di masyarakat. Bahkan istri Rasulullah, Siti Khadijah binti Khuwailid merupakan seorang pengusaha yang sukses. Beliau sangat disegani lawan bisnis nya dan tercatat sebagai wanita pengusaha yang sangat pintar dan kuat.
Khalifah Umar bin Khatab juga pernah menugaskan seorang wanita yang sangat cerdas yaitu Al Syifa’ sebagai petugas untuk mengatur pasar Madinah. Hal ini disebabkan oleh kepiawaian Al Syifa’ dalam menulis. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak membatasi ruang gerak wanita.
Konsep Kemandirian Wanita yang Sesuai Dengan Syariat Islam
Walaupun Islam memberikan kebebasan bagi ruang gerak wanita, namun tidak berarti wanita diperbolehkan berlaku semena-mena. Wanita mandiri dalam Islam memiliki tujuan hidup yang jelas dan tidak suka berpangku tangan. Sebagaimana dituliskan dalam surah Az Zumar ayat 53-54,
۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
وَاَنِيْبُوْٓا اِلٰى رَبِّكُمْ وَاَسْلِمُوْا لَهٗ مِنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُوْنَ
“Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong.” (Qs. Az Zumar : 53-54)
Wanita yang mandiri tidak akan cepat berputus asa saat menghadapi sebuah masalah. Ia juga akan terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya agar tidak tergerus kesulitan hidup yang dialaminya. Kendati demikian, wanita seperti ini tetap berpegang teguh pada syariat.
Kemandirian yang dimiliki tidak menjadikannya takabur dan menyombongkan diri. Terlebih apabila ia memiliki kelebihan dibandingkan suaminya. Seperti dikisahkan tentang istri sahabat RasulAbdullah Ibnu Mas’ud yaitu Raithah. Beliau harus bekerja karena suaminya tidak mampu memberikan nafkah.
Namun Raithah tidak merasa dirinya lebih berguna dibandingkan suaminya, sehingga Allah SWT meninggikan derajatnya sebagai wanita yang mulia. Setinggi apapun perannya dalam pekerjaan, dalam keluarga, wanita tetap harus tunduk, patuh dan memuliakan suaminya.
Sobat Cahaya Islam, wanita memiliki peranan yang sangat penting dalam roda kehidupan. Setara dengan laki-laki, wanita dapat berperan dalam semua aspek yang mampu ia kuasai. Namun hakikatnya, konsep wanita mandiri dalam Islam harus tetap sejalan dan sesuai dengan syariat.