Hukum Cipika Cipiki – Jika kita amati tingkah laku Masyarakat saat ini dari yang muda sampai yang tua, salah satu kebiasaan mereka saat bertemu adalah dengan saling menempelkan pipi. Kebiasaan ini kita kenal dengan istilah cipika cipiki, yaitu cium pipi kanan, cium pipi kiri.
Bahkan, terkadang mereka melakukannya ke lawan jenis dan sudah menjadi hal wajar di kehidupan sehari-hari. Tak hanya di negara-negara barat, tren ini sudah mulai menjamur di negara-negara Timur Tengah, bahkan Indonesia. Lantas, apakah Islam membenarkan tren semacam ini?
Kebiasaan Sahabat Nabi Saat Berjumpa
Jika kita melihat kebelakang, contoh yang bis akita teladani Ketika berjumpa dengan teman atau saudara adalah berjabat tangan. Tapi, jika bertemunya selepas bepergian jauh (safar), maka mereka berpelukan. Hal ini berdasarkan Riwayat dari sahabat Anas sebagai berikut:
كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيَّ إِذَا تَلاَقَوْا تَصَافَحُوْا وَإِذَا قَدِمُوْا مِنْ سَفَرٍ تَعَانَقُوْا
“Para sahabat Nabi apabila mereka bertemu mereka saling berjabat tangan, dan apabila datang dari safar mereka berpelukan.” (1)
Jadi, tren yang terjadi saat ini, yaitu cipika-cipiki, bukanlah mencontoh para sahabat Nabi melainkan tren lain yang baru terjadi akhir-akhir ini. Untuk mengetahui hukumnya, kita harus lebih berhati-hati dan teliti.
Hukum Cipika Cipiki: Mubah, Sunnah, atau Haram?


Hukum mengikuti tren cipika-cipiki diperinci menjadi tiga. Yang pertama adalah mubah, jika yang melakukan adalah antara sesama laki-laki atau sesama Perempuan. Tapi, tetap ada syaratnya yaitu bebas dari fitnah, tidak merasakan kenikmatan, dan tidak bertujuan fasik seperti suka sesama jenis.
Hukum yang kedua adalah sunnah, jika pelakunya adalah pasangan suami istri. Kalau statusnya sudah pasangan yang sah, jangankan untuk cipika cipiki, lebih dari itu pun boleh.
Sedangkan hukum yang ketiga adalah haram, jika yang melakukan adalah antara laki-laki dan Perempuan yang bukan mahram. Jadi, jika seorang laki-laki ber-cipika cipiki dengan adik kandung perempuannya, maka tidak ada masalah.
Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran-penjabaran di atas, cipika cipiki Ketika bertemu saudara atau teman hukumnya tergantung tujuan dan pelakunya. Jika tujuannya adalah sebagai bentuk kasih sayang antara bapak ke anak misalnya, maka tidak ada masalah.
Rasulullah pun pernah mencium Fatimah, anak perempuannya, saat menemui beliau. Untuk menyambut putri tercintanya tersebut, Rasulullah menciumnya lalu baru menyuruhnya duduk. Pun begitu dengan Abu Bakar yang mencium pipi anak perempuannya Ketika membesuknya karena sakit. Tak hanya itu, Khalid bin Walid juga pernah suatu Ketika mencium pipi saudari perempuannya.
Yang tidak boleh adalah jika seseorang melakukan cipika cipiki dengan lawan jenis yang bukan mahram (kecuali istri), atau sesama jenis tapi timbul kenikmatan. Wallahu a’lam.
Referensi:
(1) H.R. Thabrani, Mu’jamul Wasith 97