Etika Berpakaian – Salah satu perkara yang akan dipertanggungjawabkan oleh para mukmin yakni bagaimana mereka memahami etika berpakaian.
Sebab perkara ini menjadi penyempurna umat untuk mengcover aurat agar tidak terlihat oleh yang bukan mahramnya. Lebih khususnya bagi para muslimah.
Sobat Cahaya Islam, memahami etika berpakaian bukanlah materi tambahan dalam hidup melainkan hal yang utama. Berpakaian termasuk salah satu kebutuhan primer manusia.
Mengapa Muslimah Harus Memahami Etika Berpakaian yang Baik?
Pembahasan etika berpakaian amatlah penting bagi umat sebab termasuk salah satu pemahaman terkait menjaga aurat.
Hal ini termasuk dalam konsekuensi beribadah sebagaimana firman Allah dalam surat dz Dzariyat ayat 56 yakni :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya : Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.
Seperti yang diketahui bersama, Islam sangatlah menjaga umatnya baik laki – laki maupun perempuan. Sesuai dengan fitrah penciptaan masing – masing, maka wanita memiliki porsi lebih banyak terkait penjagaan auratnya.
Hal ini bukan berarti wanita dikekang dan tidak boleh mengekspresikan tubuh yang dimilikinya.
Namun, Allah Ta’ala sebagai Pencipta mengetahui fitrahnya laki – laki bila melihat seorang wanita bila tidak menutup aurat dengan sempurna. Tentu mereka akan tergoda. Naudzubillah.
Oleh sebab itu, wanita perlu memahami batasan – batasan yang boleh terlihat dari mereka.
Jumhur ulama’ menyampaikan bahwa keseluruhan yang ada dalam diri secara fisik adalah aurat kecuali muka dan telapak tangan. Hal ini berarti, kaki pun juga termasuk aurat.
Hanya saja, tidak selamanya wanita akan selalu menggunakan pakaian yang tertutup. Apabila mereka berada dalam ruangan, tentu ada kompensasi tambahan bagi seorang. Simak penjelasannya di bawah ini ya.
1. Etika Berpakaian Muslimah di dalam Rumah
Bila seorang perempuan berada dalam rumah, maka mereka harus memastikan bahwa di dalamnya dia hanya bersama mahram.
Mahram perempuan sendiri sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surat An Nisa ayat 23 :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔
Artinya :
Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Sehingga menurut kandungan ayat tersebut, para muslimah dapat melepaskan kerudung yang menutup rambutnya dan hanya memakai pakaian formal saja. Misal, menggunakan atasan dan bawahan maupun hal semaca, daster yang tetap sopan di bwwah lutut.
Terkadang, pemakaian busana dalam ruangan sering disalahtafsirkan. Yakni sering didapati para muslimah malah menggunakan baju maupun celana pendek.
Padahal, kendati bersama sesama mahram, namun sejatinya yang boleh melihat keseluruhan tubuh muslimah yakni para suaminya saja.
Bahkan sahabat wanita muslimah pun tidak diperkenankan untuk melihat bagian anggota tubuh wanita kecuali yang memang ditampakkan saja.
2. Etika Berpakaian Muslimah di Luar Ruang
Hal selanjutnya yakni ketika di luar ruang. Nah, barulah muslimah harus memperhatikan bagaimana kandungan dalam surat An Ahzab ayat 59 yakni:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا
Artinya :
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Menilik pada kandungan ayat yang bermakna jilbab, jilbab sederhananya dalam kaidah bahasa merujuk pada gambaran baju kurung dan tidak ada lekukan dalamnya.
Jika disandingkan dengan pembahasan aurat, maka sejatinya baju kurung tersebut dimaknai untuk menutup keseluruhan aurat wanita.
Selain itu, juga menurut Sunnah dan bagaimana Rasulullah selain memakai baju kurung (gamis) di luar maka juga perlu menggunakan mihnah.
Nah Sobat Cahaya Islam, demikianlah ulasan yang berkaitan dengan etika berpakaian bagi seorang muslimah baik di lua