Amal usaha untuk bekal ibadah – Sobat Cahaya Islam, dalam menjalani hidup setiap orang membutuhkan nafkah. Faktanya hampir semua kebutuhan sehari-hari mesti didapatkan dengan uang. Karenanya mencari nafkah adalah sesuatu yang tak bisa lepas dari manusia. Adapun bagi seorang muslim, selain untuk bekal hidup duniawi, pekerjaannya merupakan amal usaha untuk bekal ibadah.
Ibadah memang membutuhkan biaya. Seperti shalat, selain pakaian bersih untuk menutup aurat, juga memerlukan air untuk berwudhu. Seorang muslimah juga memerlukan kain yang lebar untuk menutup auratnya saat keluar rumah. Lebih-lebih lagi umrah dan haji, butuh biaya yang tidak sedikit.
Karenanya setiap muslim memang mestinya memiliki perekonomian yang kuat. Selain penting untuk bekal ibadah, harta yang cukup juga penting untuk menjaga akidah. Kemiskinan seringkali menggoyahkan iman sehingga seseorang mau menerima ajakan pemurtadan.
Menjadikan Amal Usaha untuk Bekal Ibadah
Sobat Cahaya Islam, sesungguhnya dalam diri setiap muslim, setiap bangun dan geraknya memiliki potensi ibadah. Membersihkan diri, membersihkan pakaian, berkata baik, memandang yang baik, tersenyum dan menyapa saudaranya, bersedekah, berbuat baik kepada hewan.
Islam memang tidak mengenal sekularisme. Sehingga tidak ada pemisahan antara pekerjaan dan ibadah, belajar dan ibadah, mencari pasangan dan ibadah. Semua lini kehidupan adalah satu kesatuan yang saling berkaitan.
Ibadah memang memiliki wilayah yang sangat luas. Tidak hanya ibadah-ibadah ritual saja melainkan mencakup setiap perbuatan sehari-hari. Seperti makan, minum, tidur, berbicara, berjalan, seluruhnya merupakan bagian dari ibadah yang memiliki aturan-aturannya.
Amal usaha untuk bekal akhirat, seperti apa? Tentunya tidak asal kerja dan tidak sembarang kerja yang dapat bernilai ibadah. Ada banyak faktor yang menjadikan suatu amal usaha untuk bekal di akhirat. Apa saja faktor tersebut?
1. Niat
Hendaknya setiap muslim mengikhlaskan niatnya dalam setiap perbuatan hanya untuk meraih ridha Allah ‘Azza wa Jalla semata. Allah tidak menerima amalan selain amal yang ikhlas untuk-Nya. Karenanya meluruskan niat dalam kerja adalah suatu keharusan.
Adapun dalilnya adalah ayat berikut ini,
“Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia mengerjakan amal shaleh dan janganlah dia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” 1
2. Sesuai syariat
Tentunya pekerjaan juga mesti sesuai syariat. Tidak riba, bukan tipu-menipu, tidak memperjualbelikan barang haram, tidak menampilkan aurat. Karenanya penting bagi setiap muslim untuk bisa membedakan pekerjaan yang halal dan haram. Halal dan haram memang bukan hanya terkait dengan dzat barangnya tetapi berhubungan juga dengan cara memperolehnya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw berkisah tentang seorang lelaki yang menempuh perjalanan jauh. Rambut dan pakaiannya kusut dan berdebu. Dia menadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, “Ya Rabb, Ya Rabb.”
Beliau bersabda,
“Adapun makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram. Bagaimana Allah akan mengabulkan doanya?” 2
3. Tidak meninggalkan kewajiban
Hendaknya pekerjaan jangan sampai menjadi penyebab seseorang meninggalkan kewajiban-kewajiban agama. Allah Ta’ala memiliki hak atas dirinya, demikian juga keluarga dan umat Islam secara umum.
4. Menebarkan manfaat
Saat pekerjaannya memperoleh hasil, hendaknya seorang muslim tidak lupa untuk berbagi kepada orang-orang yang tidak mampu dan membutuhkan. Apalagi jika sudah mencapai nisab dan haulnya, maka dia wajib menunaikan zakat.
Demikian, Sobat Cahaya Islam, sedikit uraian tentang amal usaha untuk bekal ibadah. Dalam mencari rezeki, hasil yang besar bukanlah yang utama, melainkan halal dan berkahnya.