Perbedaan Suap dan Hadiah dalam Islam dan Penjelasannya

0
20
Perbedaan suap dan hadiah

Perbedaan suap dan hadiah dalam Islam ini cukup signifikan. Sebab, sama-sama model pemberian yang mengandung unsur kerelaan, namun status hukumnya berbeda.

Dalam hadits, Nabi SAW dengan tegas melaknat pelaku suap, penerima, atau semua orang yang menjadi perantara di dalamnya. Nabi saw bersabda: “diriwayatkan dari Tsauban ra, ia berkata: “Rasulullah saw melaknat penyuap, penerima suap dan perantaranya” maksudnya orang yang menjadi perantara penyuap dan penerimanya.” (HR Ahmad, no.12247).

Perbedaan Suap dan Hadiah dalam Islam

Syekh Nawawi Al-Bantani telah mendefinisikan risywah atau suap sebagai pemberian kepada qadhi (hakim) dengan motif tertentu. Hal ini agar menggagalkan sebuah kebenaran atau melegalkan kejahatan. Berikut penjelasan mengenai perbedaan suap dan hadiah dalam Islam:

1. Kitab Nihayatuz Zain

Dalam kitab Nihayatuz Zain, Syekh Nawawi mengatakan bahwa:

Menerima suap haram hukumnya. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada qadhi agar menetapkan hukum yang tidak benar, atau agar penyuap terbebas dari hukum yang benar. Memberi suap juga diharamkan sebab termasuk membantu terjadinya maksiat.” (Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, halaman 370).

2. Ibnu Katsir dalam Mishbahul Munir

Sementara itu, Ibnu Katsir dalam Mishbahul Munir telah menjelaskan bahwa praktik suap tidak hanya menyangkut pemberian terhadap hakim yang memiliki otoritas putusan hukum dalam suatu negara. Namun, akan lebih luas daripada itu. Ibnu Katsir telah menulis:

Risywah dengan harakat kasrah pada huruf ra’- adalah sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya. Hal ini agar menetapkan hukum yang memihak penyuap, atau menuruti apa yang diinginkan penyuap.” (Ibnu Katsir, Misbahul Munir, juz I, halaman 228).

Dari pengertian di atas, risywah atau suap ini sudah memiliki motif agar orang yang menerima suap bersedia melakukan hal-hal menyimpang. Penyuap, penerima suap serta perantara yang terlibat di dalamnya akan mendapatkan dosa besar.

Perbedaan suap dan hadiah

Apabila dilihat sekilas, risywah memang memiliki kesamaan dengan model pemberian yang lainnya.

3. Imam Al-Ghazali

Menurut Imam Al-Ghazali, pemberian (hibah) mencakup hadiah, sedekah, serta suap. Ketiganya sama-sama memiliki unsur kerelaan dari pemberi. Namun, yang membedakan dari ketiganya terletak pada motif pemberian.

Imam Al-Ghazali telah merinci motif pemberian, yaitu apabila dilatari dengan motif ukhrawi seperti pahala, maka disebut sedekah. Sedangkan, jika dengan motif memuliakan, maka disebut sebagai hadiah.

Apabila dilatari dengan motif duniawi, maka bisa juga dikategorikan hibah bi tsawab (pemberian dengan adanya balasan), atau ijarah (upah dalam akad ijarah).

Sedangkan, pemberian yang dilatari dengan motif agar tujuan pemberi tercapai melalui perantara penerima, maka tergolong risywah atau suap. Berikut ini penjelasan Imam Al-Ghazali yang dikutip Syekh Zakariya Al-Anshori dalam Asnal Mathalib:

Risywah haram” Al-Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ berkata: “Harta jika diberikan dengan tujuan mendatang (pahala akhirat), maka dinamakan sedekah. Apabila diberikan untuk tujuan ‘ajal (imbalan dunia) berupa harta, maka dinamakan hibah bisyartit tsawab.

Jika pemberian harta itu atas perkara yang diharamkan atau kewajiban muayaan, maka dinamakan risywah. Apabila untuk perkara yang mubah, maka dinamakan dengan ijarah atau ja’alah.

Jika pemberian harta karena murni tali kasih atau untuk berwasilah dengan derajat pangkatnya agar tercapai tujuan-tujuannya, itu dinamakan hadiah.

Apabila kedudukan dan derajatnya itu berupa ilmu atau nasab; namun jika berupa putusan hukum atau satu tindakan maka dinamakan risywah.” (Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, juz IV, halaman 200)

Jadi, dapat dikatakan bahwa perbedaan suap dan hadiah dalam Islam cukup jauh dan tidak bisa disamakan.

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY