Pamer Foto Istri di Sosmed – Sobat Cahaya Islam, mencintai istri adalah fitrah yang mulia. Islam mendorong suami untuk menunjukkan kasih sayangnya secara tulus, baik melalui perhatian, perlindungan, maupun pujian. Namun, di era media sosial yang serba terbuka, muncul fenomena yang mengkhawatirkan: banyak suami bangga memamerkan foto istri mereka ke publik, kadang tanpa mempertimbangkan batasan syar’i. Apakah ini bentuk cinta yang benar, atau justru membuka pintu dosa?
Cinta Tak Harus Dipamerkan
Tidak sedikit suami yang memajang foto istri mereka dengan caption manis dan penuh cinta. Tujuannya mungkin untuk menunjukkan rasa sayang, atau sekadar mengikuti tren. Padahal, Islam mengajarkan bahwa kehormatan dan aurat wanita adalah sesuatu yang harus dijaga, bukan dipertontonkan.
Allah ﷻ berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَـٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, agar mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenal dan karena itu mereka tidak diganggu.” (1)
Jika Allah memerintahkan wanita muslimah untuk menutup aurat agar tidak menjadi objek perhatian, maka bagaimana mungkin seorang suami justru menampakkan wajah dan tubuh istrinya – terkadang dengan dandanan dan pose yang memancing syahwat – di depan jutaan pasang mata yang tak bisa ia kendalikan?
Pamer Foto Istri di Sosmed: Dosa yang Tidak Terasa


Pamer foto istri yang seharusnya menjadi mahkota kehormatan justru membuka pintu fitnah. Tidak semua yang melihat itu mendoakan kebaikan; bisa jadi ada yang menyimpan syahwat, ada yang berkomentar buruk, bahkan mencuri fotonya untuk maksud yang tak halal. Inilah yang disebut dosa yang tidak terasa: tampak seperti cinta, tapi sejatinya membuka aib dan peluang kemaksiatan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (2)
Seorang suami adalah pemimpin bagi istrinya. Maka wajib baginya menjaga kehormatan dan privasi sang istri, bukan justru mengekspose-nya ke publik tanpa keperluan yang syar’i.
Menjaga Cinta dengan Menjaga Martabat
Sobat Cahaya Islam, bukan berarti tidak boleh menyebut istri dengan pujian, atau tak boleh memajang momen keluarga sama sekali. Tetapi harus dengan niat yang lurus, cara yang terjaga, dan tidak menampakkan aurat atau kecantikan yang bisa menimbulkan fitnah. Jika ingin mengungkapkan cinta, cukupkan dalam ruang privat—bukan di ruang umum yang rawan syahwat.
Ingatlah sabda Rasulullah ﷺ:
إِنَّ مِنْ خَيْرِ نِسَائِكُمُ الَّتِي إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا زَوْجُهَا سَرَّتْهُ، وَإِذَا أَمَرَهَا أَطَاعَتْهُ، وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ
“Sebaik-baik wanita adalah yang jika suaminya memandangnya, dia menyenangkan; jika suaminya memerintahnya, dia taat; dan jika suaminya tidak ada, dia menjaga dirinya dan harta suaminya.” (3)
Istri adalah amanah. Jangan biarkan media sosial menjadi tempat membuka keindahan yang seharusnya hanya untuk pandangan suami. Lindungi ia dari mata-mata yang tak halal.
Sobat Cahaya Islam, mencintai istri tidak harus dengan memamerkannya ke dunia. Justru cinta sejati adalah menjaga kehormatan dan martabatnya. Mari kita arahkan media sosial bukan sebagai ladang pamer, tapi ladang dakwah dan kebaikan. Semoga kita termasuk suami yang menjaga istri, bukan yang menjadikan istrinya bahan tontonan.
Referensi:
(1) QS. Al-Ahzab: 59
(2) HR. Bukhari no. 893
(3) HR. Abu Dawud no. 1664