Kondisi yang Membolehkan Menunda Shalat – Islam adalah agama yang tidak memberatkan umatnya, termasuk dalam hal ibadah seperti shalat. Meski shalat di awal waktu lebih utama, tapi ada beberapa kondisi di mana umat muslim boleh menunda bahkan mengakhirkan shalatnya, selama belum keluar dari waktu yang telah ditentukan. Apa saja kondisi-kondisi tersebut?
Kondisi yang Membolehkan Menunda Shalat: Tidak Ada Air


Jika terjadi kelangkaan air, tentu saja kita akan kesulitan untuk wudhu. Tapi, jika ada harapan mendapatkan air di akhir waktu shalat, maka menunda shalat hingga air datang hukumnya boleh menurut para ulama.
Bahkan, ulama-ulama madzhab Syafi’i memberikan penegasan bahwa mengakhirkan shalat dengan tetap berwudhu lebih utama dibandingkan shalat di awal waktu tapi dengan tayamum menggunakan tanah atau debu.
Menunda Shalat Karena Menunggu Jamaah
Selain itu, jika kita hendak shalat jamaah di masjid, namun jamaah tak kunjung datang, maka boleh mengundurkan shalat hingga datang orang lain untuk shalat berjamaah. Atau mungkin sedang di rumah, namun menunggu anggota keluarga pulang untuk diajak shalat berjamaah.Hal ini boleh selama tidak keluar dari waktu shalat tersebut. Pasalnya, Rasulullah juga pernah melakukan demikian, sebagaimana hadits:
كَانَ إِذَا رَآهُمْ قَدِ اجْتَمَعُوا عَجَّلَ وَإِذَا رَآهُمْ قَدْ أَبْطَئُوا أَخَّرَ
“Bila beliau (Rasulullah) melihat mereka (para sahaabat) telah berkumpul, maka dipercepat (segera shalat berjamaah). Tapi jika beliau melihat mereka berlambat-lambat (datang terlambat), beliau undurkan (waktu shalat berjamaahnya).” (1)
Kondisi yang Membolehkan Menunda Shalat: Tabrid


Kondisi lain yang juga membolehkan seseorang menunda shalatnya adalah tabrid, yakni ketika siang hari sedang panas-panasnya. Rasulullah juga pernah menunda shalat Dzuhur hingga cuaca tidak terlalu panas menyengat.
Para ulama mengatakan bahwa sedikit mengundurkan shalat Dzuhur saat cuaca sangat panas hukumnya mustahab. Tujuannya adalah untuk meringankan serta bisa menambah kekhusyukan dalam shalat.
Shalat Maghrib Setelah Makan Buka Puasa
Ketika Ramadhan, menyegerakan berbuka hukumnya sunnah, sebagaimana sabda Rasulullah dalam sebuah hadits sahih:
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ. عَجِّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia senantiasa dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka (puasa).” (2)
Meski waktu shalat maghrib cukup pendek, tapi kita boleh mendahulukan berbuka puasa dulu, baru kemudian shalat Maghrib.
Saat Makanan Telah Terhidang dan Menahan Buang Air
Satu lagi, ketika seseorang mau makan dan makanan telah tersaji, sementara adzan telah berkumandang, ia boleh mendahulukan makan dan shalat kemudian. Begitu juga dengan seseorang yang sedang menahan buang air, maka hendaknya ia buang air terlebih dahulu daripada shalatnya tidak khusyuk. Hal ini berdasarkan hadits:
لاَ يُصَلَّى بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلاَ وَهُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ
“Hendaknya jangan (mendahulukan) shalat ketika makanan telah dihidangkan dan hendaknya tidak (mendahulukan) shalat bagi yang sedang menahan kencing atau buang air besar.” (3)
Kesimpulannya, menunda atau mengakhirkan shalat tidak selalu buruk. Bahkan, hal itu justru lebih baik dalam beberapa kondisi. Yang terpenting adalah mengetahui sebab (‘ilat) yang mendasarinya. Wallahu a’lam.
Referensi:
(1) Sunan an-Nasai 527
(2) Sunan Ibn Majah 1698
(3) Sunan Abi Dawud 89