Ibadah dengan Uang Hasil Korupsi, Apakah Sah dan Dapat Pahala?

0
114
Ibadah dengan Uang Hasil Korupsi

Ibadah dengan Uang Hasil Korupsi – Di akhir zaman ini, banyak orang tak peduli lagi dari mana hartanya berasal. Mereka menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta melimpah. Demi menyenangkan diri dan keluarganya, banyak orang rela melakukan korupsi yang jelas-jelas melanggar hukum agama dan negara.

Masalahnya, ada juga koruptor yang masih sedikit peduli dengan agama dan sesama. Mereka menggunakan uang hasil korupsinya untuk beribadah seperti naik haji, sedekah, infaq, dll. Lantas, apakah ibadah yang seperti itu sah dan mendapatkan pahala?

Allah Hanya Menerima yang Halal

Berkaitan dengan masalah ini, ada sebuah hadits dari Abu Hurairah di mana Rasulullah menekankan bahwa Allah hanya menerima yang baik (thoyib):

 أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا 

“Wahai sekalian manusia! Sungguh Allah itu baik (thoyib). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang baik (thoyib).” (1)

Dalam kitab Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab menjelaskan bahwa hadits di atas mengisyaratkan bahwa Allah tidak menerima amal kecuali dari yang halal. Pasalnya, sesuatu yang haram tidak hanya akan merusak amal tapi juga membuat Allah tidak menerima amal tersebut.

Itulah kenapa Rasulullah juga memerintahkan kita semua untuk memakan yang halal dan beramal sholih. Begitu juga dalam mengkonsumsi makanan, hendaknya umat muslim hanya mengkonsumsi yang halal saja.

Hukum Ibadah dengan Uang Hasil Korupsi

Mulai dengan shalat, bagaimana hukumnya shalat di tanah rampasan? Imam Ahmad mengatakan shalatnya tidak sah sedangkan jumhur ulama berpendapat shalatnya sah tapi tetap berdosa.

Begitu juga dengan haji atau umrah dengan uang hasil korupsi, misalnya. Imam Ahmad berpendapat bahwa hajinya tidak sah, sementara jumhur ulama tetap mengesahkan hajinya, namun tidak mabrur.

Pelajaran yang bisa kita ambil adalah bahwa Allah hanya menerima dari yang bertakwa, sebagaimana ayat Al-Qur’an:

اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

“Allah hanya menerima dari orang yang bertakwa.” (2)

Berkaitan dengan hal ini, Imam Ahmad menjelaskan bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang menjaga diri dari sesuatu yang haram masuk ke perutnya.

Begitu juga dengan sedekah, Allah tidak akan menerima sedekahnya koruptor, sebagaimana sabda Nabi:

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ

“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari harta haram (ghulul).” (3)

Cara Menyalurkan Harta Haram

Jika seseorang sudah terlanjur mendapatkan uang haram dari hasil korupsi, misalnya, maka pilihan terbaik adalah mengembalikan uang hasil korupsi tersebut. Tapi jika tidak memungkinkan, maka ia harus membersihkannya dengan menyalurkannya.

Salah satu cara menyalurkan harta haram adalah untuk kepentingan umum, seperti pendapat Ibnu Taimiyah. Selain itu, bisa juga menyalurkannya untuk sedekah sebagaimana pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah, Hanafiyah, dan Imam Ahmad.

Atau, bisa juga dengan menyalurkannya untuk kemaslahatan kaum muslimin seperti pendapat ulama Lajnah Ad Daimah di Kerajaan Arab Saudi. Pendapat lain dari Ibnu Taimiyah adalah boleh menyalurkan harta haram untuk tujuan fi sabilillah.


Referensi:

(1) Sahih Muslim 1015

(2) Q.S. Al-Maidah 27

(3) Sahih Muslim 224

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY