Hukum nikah tanpa wali ayah kandung harus Sobat Cahaya Islam ketahui. Menurut mazhab Syafi’i terdapat 5 rukun yang harus umat Islam penuhi dalam akad nikah.
Mulai dari calon suami, calon istri, wali, dua saksi, dan sighat nikah. Rukun sendiri menurut ilmu fiqih merupakan sesuatu yang harus ada dalam pernikahan. Apabila salah satunya tidak terpenuhi, maka akan menyebabkan batalnya pernikahan.
Hukum Nikah Tanpa Wali Ayah Kandung
Biasanya, wali nikah akan bertindak sebagai orang yang berhak menikahkan anak perempuan dengan seorang laki-laki yang menjadi pilihannya. Menurut mazhab syafi’i, hukum nikah tanpa wali ayah kandung tidak sah. Sebab, wali termasuk ke dalam bagian dari rukun nikah.
Pernyataan tersebut mengacu pada hadits Nabi. Rasulullah SAW telah bersabda:
“Tidak sah suatu pernikahan kecuali akad nikah itu dilakukan oleh walinya dan disaksikan oleh 2 orang saksi yang adil.” 1
1. Pembagian Wali Nikah
Menurut hadits di atas, Rasulullah SAW juga telah melarang perempuan untuk menikah tanpa seizin walinya. Apabila mereka dapat melangsungkan pernikahan dengan menggunakan wali hakim, maka hal tersebut baru dapat terjadi jika telah memenuhi syarat-syarat penggunaan wali hakim.
Secara umum, wali nikah artinya orang yang berhak menikahkan perempuan. Wali nikah ini terdiri dari:
- Wali nasab, orang yang mempunyai hubungan darah seperti ayah, saudara kandung laki-laki, kakek, serta paman.
- Wali hakim merupakan seseorang yang Menteri Agama tunjuk untuk bertindak sebagai wali nikah. Wali hakim ini bisa menjadi wali nikah apabila seorang perempuan sudah tidak memiliki wali nasab atau wali nasabnya tidak memungkinkan untuk hadir.
“Wanita manapun yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal. Jika dia telah menggauli, maka dia berhak mendapatkan mahar, karena suami telah menghalalkan kemaluannya.
Jika ada perselisihan (dari keluarga wanita dan tidak ada wali bagi wanita itu), maka penguruslah yang berhak menjadi wali bagi wanita yang tidak memiliki wali.” 2


2. Syarat Menjadi Wali Nikah
Menurut Syaikh Abdul Hamid, terdapat 6 syarat yang harus wali nikah penuhi, yaitu:
● Beragama Islam
Berdasarkan syarat ini, seorang non-Muslim tidak bisa menikahkan anak perempuannya yang beragama Islam. Sebab, dalam hukum fiqih perbedaan agama antara orang tua dan anak, telah memutuskan hubungan perwalian di antara keduanya.
● Baligh
Apabila ayah atau kakek seorang perempuan telah tiada, maka saudara kandung laki-laki atau paman bisa bertindak sebagai wali nikah. Namun, apabila keduanya belum memasuki usia baligh, mereka juga tidak boleh menjadi wali nikah.
● Berakal
Seorang wali harus mempunyai kesadaran penuh saat akan menikahkan anak perempuannya. Oleh karena itu, apabila seorang wali mengalami gangguan jiwa, maka mereka tidak dapat menjadi wali nikah.
● Merdeka atau Bukan
Wali nikah merupakan seseorang yang merdeka bukan budak atau hamba sahaya. Syarat tersebut berlaku pada zaman Rasulullah SAW, saat adanya sistem perbudakan yang melekat pada masyarakat Arab.
● Laki-laki
Syarat wali nikah berikutnya haruslah berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut karena laki-laki dalam Islam dinilai bisa lebih melindungi perempuan.
● Adil
Makna adil dalam konteks wali nikah adalah orang yang memiliki kemampuan untuk dapat menjaga dari perbuatan dosa besar dan dosa kecil. Contohnya saja, dapat menentukan apakah pernikahan tersebut baik untuk dilangsungkan atau tidak.
Selain itu, makna adil dalam syarat ini yaitu seorang wali nikah harus bisa menikahkan anak atau saudara perempuannya tanpa paksaan. Tidak boleh menikahkan seorang perempuan yang menyebabkan mereka merasa sedih dan tersakiti.


● Tidak Sedang Melaksanakan Haji dan Umrah
Menurut Imam Syafi’i, seorang wali tidak bisa menikahkan anak atau saudara perempuannya. Terutama, saat mereka sedang melangsungkan haji dan umrah.
Jadi, hukum nikah tanpa wali ayah kandung tidak sah dan dilarang dalam Islam.