Hukum Onani bagi Perantau yang Jauh dari Istri

0
15
Hukum Onani bagi Perantau

Hukum Onani bagi Perantau – Menjalani hidup sebagai perantau sering kali menghadirkan ujian tersendiri, tidak hanya dalam hal ekonomi dan kemandirian, tetapi juga dalam menjaga kesucian diri. Salah satu godaan yang kerap menghampiri sebagian kaum laki-laki adalah dorongan syahwat yang berujung pada keinginan melakukan onani (masturbasi). Lalu, bagaimana hukum onani bagi seorang perantau yang jauh dari istrinya dalam pandangan Islam?

Pandangan Fiqih tentang Onani

Dalam Islam, menjaga kemaluan termasuk bagian dari ketakwaan. Allah ﷻ berfirman:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela.” (1)

Ayat ini menunjukkan bahwa penyaluran syahwat hanya dibolehkan kepada pasangan sah, bukan melalui cara lain. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum onani. Mayoritas ulama, termasuk dalam mazhab Syafi’i, Maliki, dan sebagian besar Hanbali, mengharamkan onani, karena termasuk perbuatan yang menyalurkan syahwat di luar cara yang disyariatkan.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

“Aku memakruhkan istimna’ (onani), karena termasuk perbuatan yang tidak layak dilakukan.” (2)

Namun, sebagian ulama Hanbali memberikan kelonggaran dalam kondisi sangat darurat, misalnya seseorang khawatir terjerumus dalam zina, sementara ia tidak mampu menikah atau menahan diri. Maka, perbuatan itu bisa dianggap lebih ringan dari dosa zina, meski tetap tidak dianjurkan.

Hukum Onani karena bagi Perantau Saat Syahwat Tak Terbendung

Bagi seorang perantau, berjauhan dari pasangan memang bisa menimbulkan tekanan batin dan dorongan biologis. Namun, ujian ini bukan alasan untuk membenarkan onani. Islam mengajarkan agar nafsu diarahkan pada kesabaran dan ibadah, bukan pada pemuasan sesaat.

Rasulullah ﷺ bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ، فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah, karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan siapa yang belum mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa menjadi perisai baginya.” (3)

Hadis ini memberi solusi jelas: menahan diri dengan puasa dan ibadah, bukan dengan mencari pelampiasan yang tidak disyariatkan. Onani mungkin tampak ringan, tetapi ia dapat menodai jiwa, melemahkan semangat ibadah, dan membuka pintu dosa yang lebih besar.

Cara Menjaga Diri di Perantauan

Menjadi perantau tidak berarti harus lemah menghadapi hawa nafsu. Dengan iman yang kuat, seseorang bisa tetap suci lahir dan batin. Beberapa langkah yang diajarkan ulama untuk menjaga diri antara lain:

  1. Menjaga pandangan dan pikiran

Hindari tontonan, gambar, atau bacaan yang membangkitkan syahwat. Allah ﷻ memerintahkan:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

“Katakanlah kepada orang-orang beriman agar mereka menundukkan pandangannya.” (4)

  1. Perbanyak puasa sunnah

Puasa melemahkan hawa nafsu dan menumbuhkan kesabaran. Ia juga menjadi perisai dari dorongan syahwat berlebihan.

  1. Isi waktu dengan kesibukan yang produktif

Sibukkan diri dengan pekerjaan, membaca Al-Qur’an, atau kegiatan sosial agar pikiran tidak terfokus pada keinginan negatif.

  1. Perkuat hubungan spiritual

Dzikir, doa, dan istighfar adalah penenang hati. Ketika iman kuat, godaan syahwat akan lebih mudah kita kendalikan.

Cahaya Islam, onani tetap tidak boleh, bahkan bagi perantau yang jauh dari istrinya. Meski sebagian ulama memberi keringanan dalam kondisi darurat, Islam lebih mendorong umatnya untuk bersabar, berpuasa, dan menjaga diri. Nafsu yang terkendali karena Allah akan berubah menjadi pahala yang besar.

Menahan diri bukan tanda lemah, melainkan bukti keteguhan iman. Ingatlah bahwa setiap ujian memiliki hikmah. Bila seorang perantau mampu menjaga kehormatan diri di tempat jauh dari rumah, maka ia termasuk hamba yang mulia di sisi Allah.

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (5)


Referensi:

(1) QS. Al-Mu’minūn: 5–6

(2) Al-Umm, 5/94

(3) HR. Bukhari no. 1905

(4) QS. An-Nūr: 30

(5) QS. Ath-Thalāq: 2–3

TIDAK ADA KOMENTAR

LEAVE A REPLY